Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tafsir Mufradat Al-Baqarah/2:129, Ya Tuhan kami, utuslah di antara mereka seorang rasul dari kalangan mereka



Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 129

رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيْهِمْ ۗ اِنَّكَ اَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ ࣖ


Ya Tuhan kami, utuslah di antara mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu, mengajarkan kitab suci dan hikmah (sunah)38) kepada mereka, dan menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”

IRAB

رَبَّنا» سبق إعرابها. «وَابْعَثْ» الواو عاطفة ابعث الجملة معطوفة. «فِيهِمْ» جار ومجرور متعلقان بالفعل ابعث «رَسُولًا» مفعول به. «مِنْهُمْ» متعلقان بمحذوف صفة لرسول. «يَتْلُوا» فعل مضارع مرفوع بالضمة المقدرة على الواو للثقل والجملة في محل نصب صفة لرسولا أو في محل نصب حال لأن رسولا وصفت بمنهم. «عَلَيْهِمْ» متعلقان بيتلو. «آياتِكَ» مفعول به منصوب بالكسرة لأنه جمع مؤنث سالم. «وَيُعَلِّمُهُمُ» الواو عاطفة يعلمهم فعل مضارع ومفعول به أول والميم لجمع الذكور. «الْكِتابَ» مفعول به ثان.

«وَالْحِكْمَةَ» معطوفة على الكتاب والجملة معطوفة على ما قبلها. «وَيُزَكِّيهِمْ» الواو عاطفة يزكي فعل مضارع مرفوع بالضمة المقدرة على الياء والهاء مفعول به والجملة معطوفة. «إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ» إعرابها كإعراب إنك أنت السميع العليم قبلها.



MUFRADAT

رَبَّنَا ya Tuhan kami

رَبّ : tuhan

جمع: أرْبَابٌ، رُبُوبٌ

وَابْعَثْ dan utuslah

بعَثَ/ بعَثَ بـ/ بعَثَ في يبعَث، اِبْعَثْ،  بَعْثًا وبِعْثةً وبَعْثةً، فهو باعِث، والمفعول مَبْعوث

بَعَثَ - يَبْعَثُ : mengirim , mengutus , mendelegasikan

فِيهِمْ pada/untuk mereka
رَسُولًا seorang Rasul

الرَّسُولُ ( ج رُسُلٌ ) : rasul

مِنْهُمْ dari (kalangan) mereka
يَتْلُوا akan membacakan

تلا1 يَتلُو، اتْلُ، تُلُوًّا، فهو تالٍ، والمفعول مَتْلُوّ

تَلاَ - يَتْلُو : 1. mengikuti ; 2. membaca , menceritakan


عَلَيْهِمْ atas mereka
ءَايَاتِكَ ayat-ayat Engkau

الآيَةُ ( ج آى وَأَيَاتٍ ): العَلاَمَةُ , الجُدَّةُ ( ج جُدَدٌ ) الرَّسُّ , الرَّسْمُ : alamat ( tanda )

وَيُعَلِّمُهُمُ dan ia mengajar mereka

علَّمَ/ علَّمَ على يعلِّم، تعليمًا، فهو مُعلِّم، والمفعول مُعلَّم

عَلَّمَ - يُعَلِّمُ : memberi pelajaran , mengajar , memberitahu , menginstruksikan , mendidik

تعلَّمَ يتعلَّم، تَعَلَّمْ،  تعلُّمًا، فهو مُتعلِّم، والمفعول مُتعلَّم

تَعَلَّمَ - يَتَعَلَّمُ : belajar , mempelajari


الْكِتَابَ Al Kitab

الدَّفْتَرُ ( ج دَفَاتِرُ ) , الكُرَّاسُ الكُرَّاسَةُ ( ج كُرَارِيسُ ) , الكِتَابُ ( ج كُتُبٌ ) : buku

وَالْحِكْمَةَ dan hikmat


حكُمَ يحكُم، حُكْمًا وحِكْمةً، فهو حكيم

حكُم : صار حكيمًا : menjadi bijaksana

حِكْمَةٌ ( ج حِكَمٌ ) : aji ( hikmah )

وَيُزَكِّيهِمْ dan mensucikan mereka

زكَّى يزكِّي، زَكِّ، تزكيةً، فهو مُزكٍّ، والمفعول مُزكًّى

زَكَّى - يُزَكِّيْ : meningkatkan , mengembangkan , memurnikan , menyucikan

إِنَّكَ sesungguhnya Engkau
أَنْتَ Engkau
الْعَزِيزُ Maha Perkasa

عَزيز [مفرد]: ج أعزَّاءُ وأعِزَّة وعِزَاز، مؤ عَزيزة، ج مؤ عَزيزات وعِزَاز:
1- صفة مشبَّهة تدلّ على الثبوت من عزَّ2/ عزَّ على

عزَّ2/ عزَّ على عَزَزْتُ، يَعِزّ، اعْزِزْ/ عِزَّ، عِزًّا وعَزَازَةً وعِزّةً، فهو عزيز، والمفعول معزوز عليه

عَزَّ - يَعِزُّ : menjadi kuat , sangat kuat , menjadi bernilai , berharga mahal , mulia


الْحَكِيمُ Maha Bijaksana

حكيم [مفرد]: ج حُكَماءُ، مؤ حكيمة، ج مؤ حكيمات وحُكَماءُ:
1- صفة مشبَّهة تدلّ على الثبوت من حكُمَ

حكُمَ يحكُم، حُكْمًا وحِكْمةً، فهو حكيم

حكُم : صار حكيمًا : menjadi bijaksana




TAFSIR TAHLILI

(127, 128, 129) Orang-orang Arab diingatkan bahwa yang membangun Baitullah itu adalah nenek moyang mereka yang bernama Ibrahim dan putranya Ismail. Ibrahim adalah nenek moyang orang-orang Arab melalui putranya Ismail. Sedangkan orang Israil melalui putranya Ishak. Seluruh orang Arab mengikuti agama Ibrahim.
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa yang membangun Baitullah ialah Nabi Ibrahim dan putranya Ismail. Tujuannya adalah untuk beribadah kepada Allah bukan untuk yang lain, sebagai peringatan bagi dirinya, yang akan diingat-ingat oleh anak cucunya di kemudian hari. Bahan-bahan untuk membangun Ka‘bah itu adalah benda-benda biasa sama dengan benda-benda yang lain, dan bukan benda yang sengaja diturunkan Allah dari langit. Semua riwayat yang menerangkan Ka‘bah secara berlebih-lebihan, adalah riwayat yang tidak benar, diduga berasal dari Isrā′ī1iyāt. ) Mengenai al-Ḥajar al-Aswad ) ‘Umar bin al-Khaṭṭāb r.a. berkata pada waktu ia telah menciumnya:;وَعَنْ عُمَرَ رَضِيَ الله ُعَنْهُ أَنَّهُ قَبَّلَ الْحَجَرَ اْلأَسْوَدَ وَقَالَ: إِنِّي أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ وَلَوْلاَ أَنِّي رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ (متفق عليه)
 Dari Umar semoga Allah meridainya, bahwa dia telah mencium Hajarul Aswad dan berkata:  Sesungguhnya aku telah mengetahui bahwa engkau batu yang tidak dapat memberi mudarat dan tidak pula memberi manfaat. Kalau aku tidak melihat Rasulullah saw mencium engkau, tentu aku tidak akan mencium engkau.  (Muttafaq ‘Alaih);Menurut riwayat ad-Dāraquṭni, Rasulullah saw pernah menyatakan sebelum mencium Hajar Aswad bahwa itu adalah batu biasa. Demikian pula halnya Abu Bakar r.a., dan sahabat-sahabat yang lain. Dari riwayat-riwayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Hajar Aswad adalah batu biasa saja. Perintah menciumnya berhubungan dengan ibadah, seperti perintah salat menghadap ke Ka‘bah, perintah melempar jamrah di waktu melaksanakan ibadah haji dan sebagainya. Semuanya dilaksanakan semata-mata melaksanakan perintah Allah.
Setelah Ibrahim dan Ismail selesai meletakkan fondasi Ka‘bah, mereka berdua berdoa:  Terimalah dari kami , (maksudnya ialah terimalah amal kami sebagai amal yang saleh, ridailah dan berilah pahala ...)  Allah Maha Mendengar  (maksudnya: Allah Maha Mendengar doa kami), dan  Allah Maha Mengetahui  (maksudnya: Allah Maha Mengetahui niat-niat dan maksud kami membangun dan mendirikan Ka‘bah ini). 
Dari ayat di atas dapat diambil hukum bahwa sunah hukumnya berdoa dan menyerahkan semua amal kita kepada Allah apabila telah selesai mengerjakannya. Dengan penyerahan itu berarti tugas seorang hamba ialah mengerjakan amal-amal yang saleh karena Allah, dan Allah-lah yang berhak menilai amal itu dan memberinya pahala sesuai dengan penilaian-Nya.
Dari ayat di atas juga dapat dimengerti bahwa Ibrahim a.s. dan putranya, Ismail a.s., berdoa kepada Allah setelah selesai mengerjakan amal yang saleh dengan niat dan maksud perbuatan itu semata-mata dilakukan dan dikerjakan karena Allah. Karena sifat dan bentuk perbuatan yang dikerjakannya itu diyakini sesuai dengan perintah Allah, maka ayah dan anak itu yakin pula bahwa amalnya itu pasti diterima Allah. Hal ini berarti bahwa segala macam doa yang dipanjatkan kepada Allah yang sifat, bentuk dan tujuannya sama dengan yang dilakukan oleh Ibrahim a.s. dengan putranya, pasti diterima Allah pula dan pasti diberi pahala yang baik dari sisi-Nya.
Pada ayat berikutnya (128) Ibrahim a.s. melanjutkan doanya, agar keturunannya menjadi umat yang tunduk dan patuh kepada Allah. Di dalam perkataan  Muslim  (tunduk patuh) terkandung pengertian bahwa umat yang dimaksud Ibrahim a.s. itu mempunyai sifat-sifat:
1.  Memurnikan kepercayaan hanya kepada Allah. Hati seorang Muslim hanya mempercayai bahwa yang berhak disembah dan dimohonkan pertolongan hanya Allah Yang Maha Esa. Kepercayaan ini bertolak dari kesadaran Muslim bahwa dirinya berada di bawah pengawasan dan kekuasaan Allah. Allah saja yang dapat memberi keputusan atas dirinya.
2.  Semua perbuatan, kepatuhan dan ketundukan, dilakukan hanya karena dan kepada Allah saja, bukan karena menurut hawa nafsu, bukan karena ingin dipuji dan dipandang baik oleh orang, bukan karena pangkat dan jabatan, dan bukan pula karena keuntungan duniawi.
Bila kepercayaan dan ketundukan itu tidak murni kepada Allah, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung bagi mereka. Allah berfirman:
اَرَءَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ اِلٰهَهٗ هَوٰىهُۗ اَفَاَنْتَ تَكُوْنُ عَلَيْهِ وَكِيْلًا ۙ  
Sudahkah engkau (Muhammad) melihat orang yang menjadikan keinginannya sebagai tuhannya. Apakah engkau akan menjadi pelindungnya? (al-Furqān/25:43);Allah membiarkan sesat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan mengunci mati hatinya, karena Allah mengetahui bahwa mereka tidak menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan kepadanya. Allah berfirman:
اَفَرَءَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ اِلٰهَهٗ هَوٰىهُ وَاَضَلَّهُ اللّٰهُ عَلٰى عِلْمٍ وَّخَتَمَ عَلٰى سَمْعِهٖ وَقَلْبِهٖ وَجَعَلَ عَلٰى بَصَرِهٖ غِشٰوَةً
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya dan Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya? …. (al-Jāṡiyah/45:23);Pada ayat 124 yang lalu, Ibrahim a.s. berdoa agar keturunannya dijadi-kan imam, Allah menjawab, “Keturunan Ibrahim yang zalim tidak termasuk di dalam doa itu.” Karena itu pada ayat 128 ini Ibrahim a.s. mendoakan agar sebagian keluarganya dijadikan orang yang tunduk patuh kepada Allah.
Dalam hubungan ayat di atas terdapat petunjuk bahwa yang dimaksud dengan keturunannya itu ialah Ismail a.s. dan keturunannya yang akan ditinggalkan di Mekah, sedang ia sendiri kembali ke Syam. Keturunan Ismail a.s. inilah yang menghuni Mekah dan sekitarnya, termasuk Nabi Muhammad saw. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah.
مِلَّةَ اَبِيْكُمْ اِبْرٰهِيْمَۗ هُوَ سَمّٰىكُمُ الْمُسْلِمِيْنَ ەۙ مِنْ قَبْلُ وَفِيْ هٰذَا 
…. (Ikutilah) agama nenek moyangmu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang Muslim sejak dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur′an) ini… (al-Ḥajj/22:78);Ibrahim dan Ismail memohon kepada Allah agar ditunjukkan cara-cara mengerjakan segala macam ibadah dalam rangka menunaikan ibadah, tempat wuqūf, tawaf, sa‘i, dan sebagainya, sehingga dia dan anak cucunya dapat melaksanakan ibadah sesuai dengan yang diperintahkan Allah.
Di dalam ayat ini, Ibrahim a.s. memohon kepada Allah agar diterima tobatnya, padahal Ibrahim adalah seorang nabi dan rasul, demikian pula putranya. Semua nabi dan rasul dipelihara Allah dari segala macam dosa (ma‘ṣūm). Karena itu maksud dari doa Ibrahim dan putranya ialah:
1. Ibrahim a.s. dan putranya Ismail a.s. memohon kepada Allah agar diampuni segala kesalahan yang tidak disengaja, yang tidak diketahui dan yang dilakukannya tanpa kehendaknya sendiri.
2. Sebagai petunjuk bagi keturunan dan pengikutnya di kemudian hari, agar selalu menyucikan diri dari segala macam dosa dengan bertobat kepada Allah, dan menjaga kesucian tempat mengerjakan ibadah haji.
“Allah Maha Penerima tobat” ialah Allah sendirilah yang menerima tobat hamba-hamba-Nya, tidak ada yang lain. Dia selalu menerima tobat hamba-hamba-Nya yang benar-benar bertobat serta memberi taufik agar selalu mengerjakan amal-amal yang saleh.  Allah Maha Penyayang  ialah Allah Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya yang bertobat dengan menghapus dosa dan azab dari mereka.
Selanjutnya Ibrahim a.s. berdoa agar Allah mengangkat seorang rasul dari keturunannya yang memurnikan ketaatan kepada-Nya, untuk memberi berita gembira, memberi petunjuk dan memberi peringatan. Allah swt mengabulkan doa Nabi Ibrahim dengan mengangkat dari keturunannya nabi-nabi dan rasul termasuk Nabi Muhammad saw, nabi yang terakhir. Rasulullah saw bersabda:
اَنَا دَعْوَةُ إِبْرَاهِيْمَ وَبُشْرَى عِيْسَى (رواه أحمد);Aku adalah doa Ibrahim dan yang diberitakan sebagai berita gembira oleh Isa. (Riwayat Aḥmad).;Sifat dari rasul-rasul yang didoakan Ibrahim a.s. ialah:
1. Membacakan ayat-ayat Allah yang telah diturunkan kepada mereka, agar ayat-ayat itu menjadi pelajaran dan petunjuk bagi umat mereka. Ayat-ayat itu mengandung ajaran tentang keesaan Allah, adanya hari kebangkitan dan hari pembalasan, adanya pahala bagi orang yang beramal saleh dan siksaan bagi orang yang ingkar, petunjuk ke jalan yang baik, dan sebagainya.
2. Mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Al-Kitab ialah Al-Qur′an. Al-Hikmah ialah mengetahui rahasia-rahasia, faedah-faedah, hukum-hukum syariat, serta maksud dan tujuan diutusnya para rasul, yaitu agar menjadi contoh yang baik bagi mereka sehingga mereka dapat menempuh jalan yang lurus.
3. “Menyucikan mereka” ialah menyucikan diri dan jiwa mereka dari segala macam kesyirikan, kekufuran, kejahatan, budi pekerti yang tidak baik, sifat suka merusak masyarakat dan sebagainya.
Ibrahim a.s. menutup doanya dengan memuji Tuhannya, yaitu dengan menyebut sifat-sifat-Nya, Yang Mahaperkasa, dan Yang Mahabijaksana. “Mahaperkasa” ialah yang tidak seorang pun dapat membantah perkataan-Nya, dan tidak seorang pun dapat mencegah perbuatan-Nya. “Maha-bijaksana” ialah Yang Maha Menciptakan segala sesuatu dan penggunaan-nya sesuai dengan sifat, guna dan faedahnya.
Dari doa Nabi Ibrahim ini dapat dipahami bahwa ia memohonkan agar keturunannya diberi taufik dan hidayah, sehingga dapat melaksanakan dan mengembangkan agama Allah, membina peradaban umat manusia dan mengembangkan ilmu pengetahuan menurut yang diridai Allah.

----------

Semoga bermanfaat

Salam,
Pengasuh Lembaga Bahasa & Adab