Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tafsir Mufradat Al-Baqarah/2:183, Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa





Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 183


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ


Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.


IRAB


يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيامُ» ينظر في إعرابها الآية «177» . «كَما» الكاف حرف جر

وما مصدرية. «كُتِبَ» فعل ماض مبني للمجهول ونائب الفاعل هو يعود إلى الصيام. «عَلَى الَّذِينَ» متعلقان بكتب. «مِنْ قَبْلِكُمْ» جار ومجرور متعلقان بمحذوف صلة الموصول. «لَعَلَّكُمْ» لعل واسمها.

«تَتَّقُونَ» فعل مضارع والواو فاعل والجملة في محل رفع خبر لعل، والجملة الاسمية تعليلية. 

MUFRADAT


يَاأَيُّهَا wahai
الَّذِينَ orang-orang yang
ءَامَنُوا beriman

آمنَ/ آمنَ بـ/ آمنَ لـ يُؤمن، آمِنْ، إيمانًا، فهو مُؤمِن، والمفعول مُؤمَن

آمَنَ - يُؤْمِنُ بِـ : percaya akan , beriman pada


أمِنَ/ أمِنَ من يَأمَن، إِئْمَنْ، أمْنًا وأمانًا وأَمَنَةً وأَمْنةً وأمانةً، فهو آمن وأمين، والمفعول مأمون

اَمِنَ - يَأْمَنُ ( الأمْنُ والآمَانُ ) : aman

آمِينُ : [أ م. ن].: اِسْمُ فِعْلِ أمْرٍ مَبْنِيّ عَلَى الفَتْحِ بِمَعْنَى "اِسْتَجِبْ"، تَأْتِي فِي خَاتِمَةِ الدُّعَاءِ. "وَيَرْحَمُ اللَّهُ عَبْدًا قَالَ آمينا". (قَيْسُ اِبْنُ الملَوَّحِ).


اسمُ فعلِ الأمرِ هو عبارةٌ عن كلمة تدل على الاسم وفعل الأمر معاً، فهي تُعبّر عن معنى فعل الأمر وزمنه، وفي الأمر ذاته تُعبّر عن الاسم من خلال قبول حركات الاسم، واسم فعل الأمر مبنيّ دائماً كما هو الحال في اسم فعل الماضي والمضارع ؛ أي أن حركته لا تختلف باختلاف موقعه في الجملة


كُتِبَ diwajibkan

كتَبَ/ كتَبَ إلى/ كتَبَ في/ كتَبَ لـ يَكتُب، أَكْتُبُ، كِتابةً وكِتَابًا وكَتْبًا، فهو كاتب، والمفعول مَكْتوب

كَتَبَ - يكْتب : 1. menulis , mencatat , merekam , menyusun , membuat konsep ; 2. menetapkan , menakdirkan ; 3. mewajibkan

عَلَيْكُمُ atas kamu
الصِّيَامُ berpuasa

صامَ يَصُوم، صُمْ، صَوْمًا وصِيامًا، فهو صائم

صَامَ - يَصُوْمُ : berpuasa


كَمَا sebagaimana
كُتِبَ diwajibkan


كتَبَ/ كتَبَ إلى/ كتَبَ في/ كتَبَ لـ يَكتُب، أَكْتُبُ، كِتابةً وكِتَابًا وكَتْبًا، فهو كاتب، والمفعول مَكْتوب

كَتَبَ - يكْتب : 1. menulis , mencatat , merekam , menyusun , membuat konsep ; 2. menetapkan , menakdirkan ; 3. mewajibkan


عَلَى atas/terhadap
الَّذِينَ orang-orang yang
مِنْ dari
قَبْلِكُمْ sebelum kamu
لَعَلَّكُمْ agar kamu
تَتَّقُونَ kamu bertakwa

اتَّقى/ اتَّقى بـ يَتَّقِي، اتَّقِ، اتِّقاءً وتُقاةً وتُقْيةً، فهو مُتَّقٍ، والمفعول مُتَّقًى

اِتَّقَى - يَتَّقِيْ : waspada , berhati - hati , menghindari , mencegah

اتّقى و توقّى هُ : خافه و حذِره : takut kepada , berhati - hati terhadap



TAFSIR TAHLILI



(183) Para ulama banyak memberikan uraian tentang hikmah berpuasa, misalnya: untuk mempertinggi budi pekerti, menimbulkan kesadaran dan kasih sayang terhadap orang-orang miskin, orang-orang lemah yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, melatih jiwa dan jasmani, menambah kesehatan dan lain sebagainya.
Uraian seperti di atas tentu ada benarnya, walaupun tidak mudah dirasakan oleh setiap orang. Karena, lapar, haus dan lain-lain akibat berpuasa tidak selalu mengingatkan kepada penderitaan orang lain, malah bisa mendorongnya untuk mencari dan mempersiapkan bermacam-macam makanan pada siang hari untuk melepaskan lapar dan dahaganya di kala berbuka pada malam harinya. Begitu juga tidak akan mudah dirasakan oleh setiap orang berpuasa, bahwa puasa itu membantu kesehatan, walaupun para dokter telah memberikan penjelasan secara ilmiah, bahwa berpuasa memang benar-benar dapat menyembuhkan sebagian penyakit, tetapi ada pula penyakit yang tidak membolehkan berpuasa. Kalau diperhatikan perintah berpuasa bulan Ramadan ini, maka pada permulaan ayat 183 secara langsung Allah menunjukkan perintah wajib itu kepada orang yang beriman.
Orang yang beriman akan patuh melaksanakan perintah berpuasa dengan sepenuh hati, karena ia merasa kebutuhan jasmaniah dan rohaniah adalah dua unsur yang pokok bagi kehidupan manusia yang harus dikembangkan dengan bermacam-macam latihan, agar dapat dimanfaatkan untuk ketenteraman hidup yang bahagia di dunia dan akhirat.
Pada ayat 183 ini Allah mewajibkan puasa kepada semua manusia yang beriman, sebagaimana diwajibkan kepada umat-umat sebelum mereka agar mereka menjadi orang yang bertakwa. Jadi, puasa sungguh penting bagi kehidupan orang yang beriman. Kalau kita selidiki macam-macam agama dan kepercayaan pada masa sekarang ini, dijumpai bahwa puasa salah satu ajaran yang umum untuk menahan hawa nafsu dan lain sebagainya.
Perintah berpuasa diturunkan pada bulan Sya‘ban tahun kedua Hijri, ketika Nabi Muhammad saw mulai membangun pemerintahan yang berwibawa dan mengatur masyarakat baru, maka dapat dirasakan, bahwa puasa itu sangat penting artinya dalam membentuk manusia yang dapat menerima dan melaksanakan tugas-tugas besar dan suci.

Faedah Puasa Ramadhan


1. Menjadi orang yang bertaqwa bahagia dunia dan akhirat


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

Dalam ayat ini, Allah memerintahkan puasa menggunakan kalimat pasif. Dalam kaidah bahasa kalimat pasif digunakan untuk menekankan bahwa objek kalimat menjadi pokok bahasan, artinya apabila dalam kalimat aktif dia menjadi objek (maf'ul) maka dalam kalimat pasif objek tersebut berubah menjadi subjek atau pengganti subyek (naibul fail).

Contoh: 
Kalimat aktifnya adalah:
Allah mewajibkan puasa (subjek atau pokok bahasannya adalah Allah)
Allah obligate fasting
كتب الله الصيام

Kalimat pasifnya menjadi:
Puasa diwajibkan oleh Allah (subjek atau pokok bahasannya adalah puasa)
Fasting is obligated by Allah
كتب الصيام

Dalam bahasa arab, kalimat pasif tidak disebutkan pelakunya. Kalau mau menyebutkan failnya harus dibuat dalam kalimat aktif.

Pada kasus ini pelaku yang mewajibkan yakni Allah tidak disebutkan dalam kalimat, karena sudah pasti yang mewajibkan adalah Allah, dimana ayat ini didahului oleh kalimat (ياأيها الذين آمنوا) yakni panggilan hanya untuk orang-orang yang beriman kepada Allah saja, bukan (ياأيها الناس) yakni panggilan kepada seluru umat manusia baik beriman maupun tidak.


Tidak semua orang yang beriman, yang sudah bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan allah, yang yakin bahwa Alquran adalah firman Allah, yang takin bahwa hari kiamat dan hari pembalasan amal pasti akan datang, belum tentu dia menjalankan puasa. Dan bahkan banyak orang yang berpuasa hanya mendapatkan rasa lapar dan dahaga, karena dia masih menjalankan perkataan yang kotor dan perbuatan maksiat. 


تقوى : تَقْوَى [مفرد]
• تَقْوى الله: خشيته والخوف منه بامتثال أوامره واجتناب نواهيه "لاَ فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى عَجَمِيٍّ وَلاَ لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَلاَ لأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلاَ أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إلاَّ بِالتَّقْوَى [حديث]- {وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى}".


خَشْيَة : ketakutan , perasaan ngeri , kagum

خشِيَ/ خشِيَ من يَخشَى، اخْشَ، خَشْيَةً وخَشْيًا وخشاةً، فهو خاشٍ وخَشْيانُ/ خَشْيانٌ وخشٍ، والمفعول مَخْشِيّ

خَشِيَ - يَخْشَى : takut , ngeri



خَوْف : takut , ngeri , panik , teror , horor

خافَ/ خافَ من يخاف، خَفْ، خَوْفًا وخِيفةً، فهو خائف، والمفعول مَخُوف

خَافَ - يَخَافُ : takut , ngeri , khawatir



2. Menghapus dosa

Hadits Imam Bukhari Kitab ke-2, Bab Melaksanakan shaum Ramadan karena mencari ridla Allah bagian dari iman , hadits no 37 : 

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَامٍ قَالَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Salam] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Muhammad bin Fudlail] berkata, telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa'id] dari [Abu Salamah] dari [Abu Hurairah] berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu". 


احتسبَ/ احتسبَ بـ يحتسب، اِحْتَسِبْ،  احتسابًا، فهو مُحْتَسِب، والمفعول مُحْتَسَب

اِحْتَسَبَ - يَحْتَسِبُ : menganggap , membilang , memperhitungkan

احتسب عند الله خيرًا : berniat karena allah


غفَرَ2 يَغفِر،  اِغْفِرْ، غَفْرًا وغُفْرانًا، فهو غافِر، والمفعول مَغْفور



تقدَّمَ/ تقدَّمَ إلى/ تقدَّمَ بـ/ تقدَّمَ على/ تقدَّمَ في/ تقدَّمَ لـ يتقدّم، تَقَدَّمْ،  تقدُّمًا، فهو مُتقدِّم، والمفعول مُتقدَّم

تَقَدَّمَ - يَتَقَدَّمُ : membantu , memajukan , berproses , maju , berkembang , meningkatkan , mendahului , mengepalai , mengawali



3. Meninggikan derajat

Hadits Imam Muslim Kitab ke-14, Bab Keutamaan bulan ramadan, hadits no 1793 : 

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ وَابْنُ حُجْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ أَبِي سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ

Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Ayyub] dan [Qutaibah] dan [Ibnu Hujr] telah menceritakan kepada kami [Isma'il] -ia adalah Ibnu Ja'far- dari [Abu Suhail] dari [bapaknya] dari [Abu Hurairah] radliallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bila bulan Ramadlan tiba, maka dibukalah pintu-pintu surga, pintu-pintu neraka ditutup dan syetan-syetan pun dibelenggu."


Maksud pintu surga dibuka:

Imam Izzuddin bin Abdissalam al-Sulami, (Maqâshid al-Shaum, Damaskus: Darul Fikr, 1992, hlm 12) memandang taftîh abwâb al-jannah (dibukanya pintu surga) sebagai simbol atau tanda untuk memperbanyak ketaatan (taktsîr al-thâ’ât), terutama yang diwajibkan. Logika sederhananya begini, meskipun pintu surga telah dibuka lebar-lebar, apakah semua orang berhak melintasinya tanpa memperbanyak ketaatan selama bulan Ramadhan dan bulan-bulan setelahnya? Artinya, dibukanya pintu surga merupakan dorongan untuk memperbanyak ibadah. Apa artinya pintu yang terbuka tanpa ada seorang pun yang berkeinginan untuk memasukinya.


Ditutupnya pintu neraka maksudnya:

Tentang ditutupnya pintu neraka (taghlîq abwâb al-nâr), Imam Izzuddin menganggapnya sebagai simbol, “qillah al-ma’âshî,” untuk menyedikitkan maksiat. (Imam Izzuddin bin Abdissalam al-Sulami, Maqâshid al-Shaum, hlm 12). Penggunaan kata “qillah—sedikit” ini menarik, seakan-akan Imam Izzuddin memahami betul manusia yang tidak mungkin sempurna dalam menghindari kesalahan. Manusia pasti membawa dosanya ketika menghadap Tuhannya di akhirat kelak, yang membedakan adalah kadarnya, banyak atau sedikit. Karena itu, “qillah al-ma’âshî”, oleh Imam Izuddin al-Sulami dijadikan penjelasan dari simbol ditutupnya pintu neraka.


Dibelenggunya syetan

Simbol berikutnya adalah dibelenggunya setan (tashfîd al-syayâthîn). Menurutnya, simbol ini adalah tanda terputusnya kewaswasan (bisikan lembut setan) bagi orang-orang yang berpuasa. (Imam Izzuddin bin Abdissalam al-Sulami, Maqâshid al-Shaum, hlm 12). Artinya, baik buruknya orang yang berpuasa murni tergantung pada dirinya sendiri. Karena itu, akan sangat tidak etis jika manusia dengan berbagai peluang kemuliaan derajat yang diberikan Allah di bulan Ramadhan ini masih enggan berbuat baik dan malah berbuat jahat.


4. Menjaga sahwat

Hadits Imam Bukhari Kitab ke-47, Bab "Barangsiapa yang tidak memiliki ba`ah hendaklah berpuasa", hadits no 4678 : 

حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصِ بْنِ غِيَاثٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ قَالَ حَدَّثَنِي عُمَارَةُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ
دَخَلْتُ مَعَ عَلْقَمَةَ وَالْأَسْوَدِ عَلَى عَبْدِ اللَّهِ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَبَابًا لَا نَجِدُ شَيْئًا فَقَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

Telah menceritakan kepada kami [Amru bin Hafsh bin Ghiyats] Telah menceritakan kepada kami [bapakku] Telah menceritakan kepada kami [Al A'masy] ia berkata; Telah menceritakan kepadaku [Umarah] dari [Abdurrahman bin Yazid] ia berkata; Aku, Alqamah dan Al Aswad pernah menemui [Abdullah], lalu ia pun berkata; Pada waktu muda dulu, kami pernah berada bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Saat itu, kami tidak sesuatu pun, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada kami: "Wahai sekalian pemuda, siapa diantara kalian telah mempunyai kemampuan, maka hendaklah ia menikah, karena menikah itu dapat menundukkan pandangan, dan juga lebih bisa menjaga kemaluan. Namun, siapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa, sebab hal itu dapat meredakan nafsunya."



Hadits Imam Bukhari Kitab ke-15, Bab Orang yang tidak meninggalkan ucapan kotor, hadits no 1770 : 

حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ الْمَقْبُرِيُّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Telah menceritakan kepada kami [Adam bin Abu Iyas] telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Dza'bi] telah menceritakan kepada kami [Sa'id Al Maqbariy] dari [bapaknya] dari [Abu Hurairah radliallahu 'anhu] berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan keji dan berbuat keji, Allah tidak butuh orang itu meninggalkan makan dan minumnya".