Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tafsir Mufradat At-taubah/9:29, Benarkah kita harus memerangi/membunuh orang Kafir?





Al-Qur'an surah At-Taubah ayat 29

قَاتِلُوا الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَلَا يُحَرِّمُوْنَ مَا حَرَّمَ اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗ وَلَا يَدِيْنُوْنَ دِيْنَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حَتّٰى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَّدٍ وَّهُمْ صٰغِرُوْنَ ࣖ

Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, tidak mengharamkan (menjauhi) apa yang telah diharamkan (oleh) Allah dan Rasul-Nya, dan tidak mengikuti agama yang hak (Islam), yaitu orang-orang yang telah diberikan Kitab (Yahudi dan Nasrani) hingga mereka membayar jizyah323) dengan patuh dan mereka tunduk.324)


ISTILAH:

عملية تفجيرية أو عملية انتحارية أو عملية استشهادية هي عملية عسكرية


عَمَلِيَّة : operasi , proses , prosedur , aksi , tindakan , aktifitas , kegiatan

فَجَّرَِ - يُفَجِّرُ : menjadi meluap , menyembur , menyemprot , meletus , meledak , menghancurkan

فجَّرَ يفجِّر، تفجيرًا، فهو مُفجِّر، والمفعول مُفجَّر

اِنْتِحَار : bunuh diri

اِنْتَحَرَ - يَنْتَحِرُ : melakukan bunuh diri

انتحرَ ينتحر، انتِحارًا، فهو مُنتحِر


اِسْتَشْهَدَ - يَسْتَشْهِدُ : mengutip , menyalin

اُستُشهِد و اُشهِد : قُتِل في سبِيلِ اللهِ : mati syahid

استشهدَ/ استشهدَ على/ استشهدَ في يستشهد، استِشهادًا، فهو مُستشهِد، والمفعول مُستشهَد


IRAB

(قاتِلُوا) فعل أمر مبني على حذف النون، والواو فاعل (الَّذِينَ) اسم الموصول مفعول به.
(لا يُؤْمِنُونَ) مضارع مرفوع بثبوت النون، والواو فاعله (بِاللَّهِ) متعلقان بالفعل.
(وَلا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ) عطف.
(وَلا يُحَرِّمُونَ ما) فعل وفاعل واسم الموصول ما مفعوله والجملة الفعلية معطوفة. وجملة (حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ) صلة الموصول.
(وَلا يَدِينُونَ) مضارع والواو فاعله (دِينَ) اسم منصوب بنزع الخافض أو مفعول به على تضمين معنى يدينون يعتنقون.
(الْحَقِّ) مضاف إليه.
(مِنَ الَّذِينَ) متعلقان بالفعل.
(أُوتُوا) فعل ماض مبني للمجهول، والواو نائب فاعل وهو المفعول الأول (الْكِتابَ) هو المفعول الثاني، والجملة صلة الموصول.
(حَتَّى) حرف غاية وجر.
(يُعْطُوا) مضارع منصوب والمصدر من حتى والفعل في محل جر بحرف الجر، والجار والمجرور متعلقان بقاتلوا.
(الْجِزْيَةَ) مفعول به (عَنْ يَدٍ) متعلقان بمحذوف حال.
(وَهُمْ صاغِرُونَ) مبتدأ وخبر والجملة في محل نصب حال.


MUFRADAT

-  قَاتِلُوا perangilah

قَاتَلَ : [ق ت ل]. (فعل: رباعي متعد بحرف). قَاتَلْتُ، أُقَاتِلُ، قَاتِلْ، مصدر مُقَاتَلَةٌ. 1."قَاتَلَ عَدُوَّهُ" : حَارَبَهُ وَعَادَاهُ. البقرة آية 190وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ ( قرآن) "قَاتَلَ اللَّهُ الْغَبَاوَةَ فَإِنَّهَا تَمْلأُ الْقلُوبَ رُعْباً مِنْ لا شَيْءٍ". (ع. الكواكبي). 2."قَاتَلَهُ اللَّهُ" : لَعَنَهُ. 3."قَاتَلَهُ اللَّهُ مَا أَرْوَعَ فَنَّهُ!" : صِيغَةُ إِعْجَابٍ، أَيْ إِنَّهُ رَائِعٌ، وَهُوَ دُعَاءٌ لَهُ. 4."قَاتَلَهُ عَنْ كَذَا": دَافَعَهُ.

قَاتَلَ - يُقَاتِلُ : berjuang , menyerang

قَاتَلَ - يُقَاتِلُ مُسْتَمِيْتًا : berjuang mati - matian

قاتلَ يقاتل، قَاتِلْ، مصدر مُقَاتَلَةٌ، فهو مُقاتِل، والمفعول مُقاتَل

Sinonim:

حَارَبَ - يُحَارِبُ : berjuang , bertempur , berperang , menyerang , melawan

عَادَى : menimbulkan rasa benci , menunjukkan permusuhan , memusuhi

دَافَعَ عَنْ : mempertahankan , melindungi , membersihkan , mendukung , bersiap - siap , berpihak kepada , menyokong







فعل الأمر


KBBI

pe·rang n 1 permusuhan antara dua negara (bangsa, agama, suku, dsb): kedua negara itu dl keadaan --; 2 pertempuran besar bersenjata antara dua pasukan atau lebih (tentara, laskar, pemberontak, dsb): tidak lama kemudian kedua pasukan itu sudah terlibat dl -- sengit; 3 perkelahian; konflik: -- batu; 4 cara mengungkapkan permusuhan: -- ideologi;

memerangi v 1 menyerang, menyerbu; 2 melawan, melenyapkan, membasmi, memberantas, membersihkan, memusnah- kan, mengeradikasi, menggempur, menggulung, menghancurkan, mengikis, menumpas, menyapu bersih (ki), menyongsong, mengatasi;


-  الَّذِينَ orang-orang yang  
-  لَا tidak  
-  يُؤْمِنُونَ beriman

آمَنَ - يُؤْمِنُ بِـ : percaya akan , beriman pada

آمنَ/ آمنَ بـ/ آمنَ لـ يُؤمن، آمِنْ، مصدر إِيمَانٌ، فهو مُؤمِن، والمفعول مُؤمَن

Perbedaan (آمين، آمِنْ، آمِنٌ، أمين)

اَمِنَ - يَأْمَنُ ( الأمْنُ والآمَانُ ) : aman

أمِيْن : 1. setia , loyal , jujur ; 2. aman ; 3. wali , pengurus , penyelia , manajer , kepala , ketua

أمين [مفرد]: ج أُمناء:
1- صفة مشبَّهة تدلّ على الثبوت من أمُنَ وأمِنَ/ أمِنَ

أمِنَ/ أمِنَ من يَأمَن، إِئْمَنْ، مصدر أَمْنٌ. أَمانٌ، أَمَانَةٌ، فهو آمن وأمين، والمفعول مأمون (للمتعدِّي) وأمين (للمتعدِّي)

-  بِاللَّهِ kepada Allah  
-  وَلَا dan tidak  
-  بِالْيَوْمِ dengan hari

اليَومُ ( ج اَيَّامٌ ) : hari

-  الْءَاخِرِ akhirat

-  وَلَا dan tidak  
-  يُحَرِّمُونَ mereka mengharamkan

حَرَّمَ - يُحَرِّمُ : melarang , mencegah , mengharamkan , mengutuk , menghalangi , menyatakan tidak sah

حرَّمَ يحرِّم، ﺣَﺮِّﻡْ،  تحريمًا، فهو مُحرِّم، والمفعول مُحرَّم

-  مَا apa  
-  حَرَّمَ telah diharamkan  
-  اللَّهُ Allah  
-  وَرَسُولُهُ dan RasulNya

الرَّسُولُ ( ج رُسُلٌ ) : rasul

-  وَلَا dan tidak  
-  يَدِينُونَ mereka beragama

دَانَ : 1. menghutangi , memberi pinjaman ; 2. menyerah , tunduk , mematuhi

دانَ/ دانَ لـ1 يَدين، دِنْ، دَيْنًا، فهو دائن، والمفعول مَدين (للمتعدِّي) ومَديون (للمتعدِّي)

دِين [مفرد]: ج أَديان (لغير المصدر):
1- مصدر دانَ بـ1/ دانَ لـ2 ودانَ بـ2.

الدِّيْنُ ( ج أَدْيَانٌ ) , الـمِلَّةُ : agama

-  دِينَ agama  
-  الْحَقِّ benar/hak

حَقّ ج : 1. kebenaran , kenyataan , kepastian ; 2. hak , kewajiban ; 3. benar , betul , tepat


-  مِنَ dari  
-  الَّذِينَ orang-orang yang  
-  أُوتُوا (mereka) diberi

آتَى : 1. sesuai , cocok ; 2. memberi , mendanai , menyediakan dengan

آتى1 يُؤتي، آتِ، إيتاءً، فهو مُؤْتٍ، والمفعول مُؤْتًى

أتَى - يَأْتِي : 1. datang , tiba ; 2. melakukan , membuat , melaksanakan

أتَى/ أتَى بـ/ أتَى على يَأتِي، ائْتِ، أَتْيًا وإتْيانًا، فهو آتٍ، والمفعول مَأتيّ


-  الْكِتَابَ Al Kitab

الدَّفْتَرُ ( ج دَفَاتِرُ ) , الكُرَّاسُ الكُرَّاسَةُ ( ج كُرَارِيسُ ) , الكِتَابُ ( ج كُتُبٌ ) : buku

-  حَتَّى sehingga  
-  يُعْطُوا mereka memberi/membayar

أعْطَى - يُعْطِيْ : memberi , mendanai , mendermakan

أعطى يُعطى، أَعْطِ، إعطاءً وعطاءً، فهو مُعْطٍ، والمفعول مُعْطًى

-  الْجِزْيَةَ upeti

جِزْيَة : jizyah , pajak kepala , upeti

الجِزْيَةُ ( ج جِزًى وَجِزَاءٌ ) ، الخَرَاجُ ( ج أَخْرَاجٌ وَأَخْرَجَةٌ ) : upeti

-  عَنْ dari  
-  يَدٍ tangan/dengan patuh

يَد : 1. tangan , lengan ; 2. handel , pegangan , gagang ; 3. kekuasaan , peran , tugas

-  وَهُمْ dan mereka  
-  صَاغِرُونَ orang-orang yang kecil/tunduk

صَاغِر : yang bersikap merendahkan diri , tunduk , seperti budak

صغِرَ يَصغَر، صَغَرًا، فهو صاغِر

صاغر : صاغِر [مفرد]: ج صاغِرون وصَغَرة، مؤ صاغرة، ج مؤ صاغرات وصواغرُ:
1- اسم فاعل من صغِرَ وصغُرَ1.
2- راضٍ بالذُّلّ والهوان "{حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ}: يدفعوها بانقياد وطاعة".



TAFSIR TAHLILI

Pada hakikatnya, ayat ini merupakan langkah awal agar Nabi Muhammad saw mengalihkan perhatiannya kepada Perang Tabuk yang akan dihadapinya. Perang Tabuk merupakan perang yang terakhir yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw, sesudah kaum Muslimin dapat menguasai kota Mekah. Tabuk terletak di sebelah utara Medinah, berbatasan dengan Yordania/Syam (Damaskus) yang ketika itu dikuasai oleh kerajaan Romawi yang beragama Nasrani. Ketika berita sampai kepada Nabi Muhammad saw, bahwa pihak Romawi mempersiapkan pasukan dalam jumlah yang besar untuk menguasai daerah perbatasan tersebut, maka Nabi Muhammad saw, mengumumkan kepada seluruh kaum Muslimin melalui kabilah-kabilah agar bersiap-siap mengumpulkan segala kekuatan untuk turut bersama Nabi memerangi pasukan Romawi. Seruan Nabi Muhammad tersebut segera mendapat sambutan dari kaum Muslimin yang kuat imannya, kecuali kaum munafik yang mencari helah sebagaimana telah menjadi kebiasaan mereka terutama dalam menghadapi Tabuk, di samping jaraknya sangat jauh juga panas matahari sangat terik. Setelah Nabi Muhammad saw dan pasukan kaum Muslimin sampai di Tabuk, didapatinya pasukan Romawi telah lebih dahulu mengosongkan daerah Tabuk untuk mundur kembali ke daerah pedalaman. Maka Ahli Kitab yang berada di sana meminta perdamaian dan menyerahkan jizyah kepada Nabi Muhammad saw sebagai tanda pengakuan mereka untuk tunduk kepada kekuasaan Islam, karena mereka belum bersedia menganut agama Islam.
Setiap peperangan pada masa Nabi hanya untuk mempertahankan  diri atau untuk membalas serangan. Pada ayat ini Allah memerintahkan kaum Muslimin agar memerangi Ahli Kitab, karena mereka memiliki empat unsur yang menyebabkan mereka memusuhi Islam. Empat unsur itu ialah:
1. Mereka tidak beriman kepada Allah, karena mereka telah menghancurkan asas ketauhidan. Mereka menjadikan pendeta-pendeta selaku orang suci yang berhak menentukan sesuatu, baik mengenai peraturan yang berkenaan dengan ibadah maupun yang berhubungan dengan halal dan haram. Demikian juga orang Nasrani menganggap Isa anak Allah, sedangkan orang Yahudi menganggap pula Uzair sebagai anak Allah. Hal itu dengan tegas menunjukkan bahwa mereka semua mempersekutukan Allah dalam membuat peraturan agama.
2. Mereka tidak beriman kepada hari kemudian, karena mereka menganggap bahwa kehidupan di akhirat sekedar kehidupan rohaniyah belaka. Kesesatan anggapan mereka seperti ini karena tidak ada ketegasan, baik dalam Taurat maupun dalam Injil tentang adanya hari kebangkitan dan pembalasan sesudah mati, saat manusia bangkit kembali sebagaimana kejadiannya semula, yaitu terdiri dari jasad dan roh, yang masing-masing akan merasakan kenikmatan karunia Allah sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an.
3. Mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya. Orang Yahudi tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah pada syariat yang dibawa oleh Musa dan yang sebagiannya di-naskh-kan oleh Isa, yakni dinyatakan tidak berlaku lagi hukumnya. Mereka memandang halal memakan harta dengan jalan yang tidak halal (batil), seperti riba dan sebagainya dan mereka mengikuti cara-cara orang musyrik dalam keganasan berperang dan memperlakukan tawanan. Sedangkan orang Nasrani memandang halal apa yang diharamkan oleh Allah pada syariat Musa yang belum dinasakh oleh Injil. Dalam Taurat Allah mengharamkan lemak daging atau harga penjualannya. Orang-orang Nasrani tidak memandangnya haram.
4. Mereka tidak berpegang kepada agama yang benar yaitu agama yang diwahyukan kepada Musa dan Isa a.s. Apa yang mereka anggap agama sebenarnya adalah suatu cara yang dibuat oleh pendeta-pendeta mereka berdasarkan pikiran dan kepentingan. Yang menyebabkan perbuatan tersebut karena Taurat yang diturunkan kepada Musa, dan Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa, ditulis jauh setelah keduanya wafat. Sehingga Taurat dan Injil ditulis berdasarkan pemahaman pengikut-pengikutnya. Bahkan beberapa abad sesudah kenaikan Isa mereka memilih empat Injil yang masing-masing saling bertentangan. Demikianlah keadaan mereka, sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah:
فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِّيْثَاقَهُمْ لَعَنّٰهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوْبَهُمْ قٰسِيَةً ۚ يُحَرِّفُوْنَ الْكَلِمَ عَنْ مَّوَاضِعِهٖۙ وَنَسُوْا حَظًّا مِّمَّا ذُكِّرُوْا بِهٖۚ وَلَا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلٰى خَاۤىِٕنَةٍ مِّنْهُمْ اِلَّا قَلِيْلًا مِّنْهُمْ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاصْفَحْ ۗاِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ ١٣
(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, maka Kami melaknat mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah firman (Allah) dari tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian pesan yang telah diperingatkan kepada mereka. Engkau (Muhammad) senantiasa akan melihat pengkhianatan dari mereka kecuali sekelompok kecil di antara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (al-Mā’idah/5: 13)

Allah memerintahkan orang mukmin agar memerangi Ahli Kitab karena mereka menunjukkan permusuhan dan mengancam keamanan Muslimin, baik dalam kehidupan beragama maupun kehidupan sosial. Jika mereka menerima Islam sebagai pengganti agamanya, maka mereka telah kembali kepada agama yang benar, dan jika mereka tunduk, tidak lagi mengganggu dan mengancam kehidupan umat Islam maka hendaklah mereka membayar jizyah (kecuali mereka yang miskin dan para pendeta) sebagai tanda bahwa mereka berada dalam posisi yang rendah. Kewajiban Muslimin seluruhnya menjamin keamanan mereka, membela mereka, memberikan kebebasan kepada mereka terutama dalam menjalankan ibadah menurut agama mereka dan memperlakukan mereka dengan adil dalam kehidupan sosial sebagaimana kaum Muslimin sendiri diperlakukan. Dengan membayar jizyah mereka disebut ahli zimmah atau kafir zimmi.


AYAT-AYAT BERHUBUNGAN

Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 190

وَقَاتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوْا ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ
Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu dan jangan melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.

TAFSIR TAHLILI
Ayat ini adalah ayat Madaniyah yang termasuk ayat-ayat pertama yang memerintahkan kaum Muslimin untuk memerangi orang-orang musyrik, apabila kaum Muslimin mendapat serangan yang mendadak, meskipun serangan itu terjadi pada bulan-bulan haram, yaitu pada bulan Rajab, Zulkaidah, Zulhijah, dan Muharam, seperti dijelaskan pada ayat yang lalu.
Pada zaman jahiliah, bulan-bulan tersebut dianggap bulan larangan berperang. Larangan itu oleh Islam diakui, tetapi karena orang-orang musyrik melanggarnya terlebih dahulu, maka Allah swt mengizinkan kaum Muslimin membalas serangan mereka.
   Sebelum hijrah, tidak ada ayat yang membolehkan kaum Muslimin melakukan peperangan. Di kalangan mufasir pun tidak ada perselisihan pendapat, bahwa peperangan itu dilarang dalam agama Islam pada masa itu. 
Ayat ini sampai dengan ayat 194, diturunkan pada waktu diadakan perdamaian Hudaibiah, yaitu perjanjian damai antara kaum musyrikin Mekah dan umat Islam dari Medinah. Perjanjian itu diadakan di salah satu tempat di jalan antara Jeddah dengan Mekah. Dahulu yang dinamakan Hudaibiah, ialah sumur/mata air yang terdapat di tempat itu. Peristiwa itu terjadi pada bulan Zulkaidah tahun keenam Hijri. Rasulullah saw dengan para sahabatnya meninggalkan Medinah menuju Mekah untuk mengerjakan umrah. Setelah rombongan itu sampai di Hudaibiah, mereka dihalangi oleh orang-orang musyrik dan tidak boleh masuk ke Mekah, sehingga rombongan Rasulullah saw terpaksa berada di Hudaibiah sampai satu bulan lamanya. Akhirnya diadakan perjanjian damai yang isinya antara lain sebagai berikut:
a. Rombongan Rasulullah saw harus pulang kembali ke Medinah pada tahun itu.
b. Pada tahun berikutnya, yaitu tahun ketujuh Hijri, Rasulullah saw dan para sahabatnya diperkenankan memasuki kota Mekah, untuk mengerjakan umrah.
c. Di antara kaum musyrikin dan Muslimin tidak akan ada peperangan selama sepuluh tahun.
Pada tahun berikutnya, Rasulullah berangkat kembali ke Mekah dengan rombongannya untuk mengerjakan umrah, yang lazim disebut umrah qaḍā, karena pada tahun sebelumnya mereka tidak berhasil melakukannya. Pada waktu itu kaum Muslimin khawatir kalau-kalau kaum musyrikin melanggar janji perdamaian tersebut, sedang kaum Muslimin tidak senang berperang di tanah Haram (Mekah) apalagi di bulan Syawal, Zulkaidah, Zulhijah, dan Muharam, yang biasa disebut "bulan-bulan haram". Karena keadaan dan peristiwa yang demikian itulah maka ayat-ayat tersebut diturunkan.
Dalam ayat 190 ini Allah memerintahkan agar kaum Muslimin memerangi kaum musyrik yang memerangi mereka. Peperangan itu hendaklah bertujuan fī sabīlillāh (untuk meninggikan kalimah Allah dan menegakkan agama-Nya).
Perang yang disebut " fī sabīlillāh" adalah sebagaimana yang diterangkan dalam sebuah hadis riwayat al-Bukhārī dan Muslim:
عَنْ أَبِي مُوْسَى اْلأَشْعَرِي قَالَ سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الرَّجُلِ يُقَاتِلُ شَجَاعَةً وَيُقَاتِلُ حَمِيَّةً وَيُقَاتِلُ رِيَـاءً. أَيُّ ذٰلِكَ فِي سَبِيْلِ اللهِ؟ فَقَالَ: مَنْ قَاتَلَ لِتَكُوْنَ كَلِمَةُ اللهِ هِيَ اْلعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيْلِ اللهِ (رواه البخاري ومسلم)
"Dari Abū Mūsā al-Asy‘ary, bahwa Rasulullah saw pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang berperang karena keberaniannya dan yang berperang karena sakit hati, atau yang berperang karena ingin mendapat pujian saja, manakah di antara mereka itu yang berperang di jalan Allah? Rasulullah menjawab, "Orang yang berperang untuk meninggikan kalimah Allah maka berperangnya itu fī sabilillāh." (Riwayat al-Bukhārī dan Muslim)
Dalam perang suci ini orang mukmin dilarang melanggar berbagai  ketentuan, seperti membunuh anak-anak, orang lemah yang tidak berdaya, orang yang telah sangat tua, wanita-wanita yang tidak ikut berperang, orang yang telah menyerah kalah dan para pendeta, karena Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.