Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Puasa Bentuk Pengendalian Nafsu




Nafsu akan selalu menguasai diri,
Bilamana tak terkendali,
Percayalah pada intuisi hati,
Jangan biarkan kegelapan menguasai,

Hadits Imam Muslim Kitab ke-14, Bab Keutamaan puasa, hadits no 1945 :
 

و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ وَوَكِيعٌ عَنْ الْأَعْمَشِ ح و حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ ح و حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

 Dan Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakr bin Abu Syaibah] telah menceritakan kepada kami [Abu Mu'awiyah] dan [Waki'] dari [Al A'masy] Dan Telah menceritakan kepada kami [Zuhair bin Harb] telah menceritakan kepada kami [Jarir] dari [Al A'masy] -dalam riwayat lain- Dan Telah menceritakan kepada kami [Abu Sa'id Al Asyajj] -lafazh juga miliknya- Telah menceritakan kepada kami [Waki'] telah menceritakan kepada kami [Al A'masy] dari [Abu Shalih] dari [Abu Hurairah] radliallahu 'anhu, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setiap amal anak Adam dilipatgandakan pahalanya. Satu macam kebaikan diberi pahala sepuluh hingga tujuh ratus kali. Allah 'azza wajalla berfirman; 'Selain puasa, karena puasa itu adalah bagi-Ku dan Akulah yang akan memberinya pahala. Sebab, ia telah meninggalkan nafsu syahwat dan nafsu makannya karena-Ku.' Dan bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan. Kebahagiaan ketika ia berbuka, dan kebahagiaan ketika ia bertemu dengan Rabb-Nya. Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada wanginya kesturi."

Secara etimologi, kata "nafsu" berasal dari bahasa Arab "nafs" yang berarti jiwa atau diri. Dalam bahasa Indonesia, nafsu merujuk pada dorongan atau keinginan yang muncul dalam diri seseorang untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan.




نَفْس : 1. jiwa , ruh , batin , spirit ; 2. diri , pribadi , esensi , zat , alami


نفس : نفَسَ يَنفُس، نَفْسًا، فهو نافِس، والمفعول مَنْفوس
• نفَس ولدَ جارِه: حسَدَه، أصابَه بعَيْن "استعذتُ بالله من النَّافِس".


نَفْسٌ : جمع: أَنْفُسٌ، نُفُوسٌ. (مذ، مؤ). [ن ف س]. (مصدر نَفَسَ). 1."خَرَجَتْ نَفْسُهُ" : خَرَجَتْ رُوحُهُ، أَيْ مَاتَ. "جَادَ بِنَفْسِهِ"الفجر آية 27يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّة (قرآن) l "بَذَلَ النَّفْسَ وَالنَّفِيسَ". 2."يَعْتَمِدُ عَلَى نَفْسِهِ" : عَلَى ذَاتِهِ. "الِاعْتِمَادُ عَلَى النَّفْسِ". 3."خَرَجَ يُرَوِّحُ عَلَى نَفْسِهِ" : عَلَى خَاطِرِهِ، عَلَى بَالِهِ. "التَّرْوِيحُ عَلَى النَّفْسِ". 4."يَسْكُنُ الدَّارَ عَشْرَةَ أَنْفُسٍ" : أَفْرَادٍ، أَشْخَاصٍ، نَفَرٍ. 5. "خَطَبَهَا إِلَى نَفْسِهَا" : طَلَبَ يَدَهَا مِنْهَا للِزَّوَاجِ. 6." الشَّيْءُ نَفْسُهُ" : عَيْنُهُ، ذَاتُهُ. "جَاءنِي هُوَ نَفْسُهُ" "جَاءنِي بِنَفْسِهِ" "فِي قَرَارَةِ نَفْسِهِ" "ضَبْطُ النَّفْسِ" "يَحُزُّ فِي نَفْسِي". 7."عَزِيزُ النَّفْسِ" : عَزِيزُ الْهِمَّةِ. 8."صَغِيرُ النَّفْسِ" : الذَّلِيلُ. 9."هُوَ ذُو نَفْسٍ" : ذُو خُلُقٍ وَجَلَدٍ. 10."فِي نَفْسِي أَنْ أَزُورَكَ" : قَصْدِي، مُرَادِي. 11."عِلْمُ النَّفْسِ" : عِلْمٌ يَبْحَثُ فِي طَبَائِعِ ذَاتِ الْإِنْسَانِ رَغَبَاتُهَا وَإِحْسَاسُهَا وَانْفِعَالاَتُهَا.


نَفَس : 1. nafas ; 2. teguk , tegukan , serapan ; 3. gaya ; 4. kesabaran




Dalam konteks keagamaan, istilah nafs sering digunakan dalam bahasa Arab dan diterjemahkan sebagai "jiwa" atau "nafsu". Nafs juga digunakan dalam pengertian yang lebih luas sebagai sumber dorongan atau keinginan dalam diri manusia, yang dapat membawa manusia ke jalan kebaikan atau kejahatan.

Secara etimologi, istilah nafs juga terkait dengan kata-kata seperti "anfus" yang berarti diri, "nafasa" yang berarti bernapas, dan "tanaffus" yang berarti mengambil napas atau beristirahat. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penggunaannya, kata "nafsu" memiliki konotasi yang sangat dekat dengan hal-hal yang bersifat personal dan inti dari keberadaan manusia sebagai makhluk hidup.

NAFSU: Nafsu: Amarah, Foya, Syahwat Udzlah.

Kepanjangan ini mencakup empat bentuk nafsu buruk atau dorongan yang perlu dikendalikan agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.
  1. Pertama, nafsu amarah, yaitu dorongan untuk marah dan melakukan tindakan agresif.
  2. Kedua, nafsu foya-foya yaitu dorongan untuk menghamburkan uang untuk tujuan bersenang-senang (menonton, makan minum, bermain-main, dsb): uangnya habis untuk 
  3. Ketiga, nafsu syahwat atau nafsu birahi, yaitu dorongan untuk melakukan tindakan yang tidak senonoh atau tidak halal.
  4. Keempat, nafsu udzlah atau keserakahan, yaitu dorongan untuk terus-menerus menginginkan lebih banyak harta atau kekayaan.
Dalam konsep ini, penting untuk memahami bahwa empat bentuk nafsu buruk ini dapat menimbulkan dampak negatif pada diri sendiri dan orang lain. Oleh karena itu, sebagai manusia yang bertanggung jawab, kita perlu mengendalikan nafsu-nafsu buruk ini dan mengarahkan energi kita pada hal-hal yang lebih bermanfaat dan positif.

Perumpamaan nafsu bisa diibaratkan seperti api yang membara. Seperti api, nafsu juga bisa memberikan manfaat atau merusak jika tidak dikendalikan dengan baik. Ketika api dikendalikan dengan benar, ia bisa digunakan untuk memasak makanan dan memberikan kehangatan, tetapi jika tidak dikendalikan, api bisa menjadi bencana yang merusak dan membahayakan.

Sama halnya dengan nafsu, jika kita mampu mengendalikan dan mengarahkannya dengan baik, maka nafsu bisa membawa kebaikan dan memberikan motivasi untuk mencapai tujuan hidup. Namun, jika nafsu tidak terkendali, ia bisa membawa kerusakan dan bahkan membahayakan kesehatan jiwa dan fisik kita, serta kehidupan sosial dan spiritual kita. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu berusaha mengendalikan dan mengarahkan nafsu agar tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Ada beberapa paribahasa yang berkaitan dengan nafsu, di antaranya:
  1. Nafsu adalah sumber segala dosa. Artinya, nafsu yang tidak terkendali bisa membawa manusia kepada perbuatan dosa dan kesalahan.
  2. Nafsu adalah iblis yang merayu manusia. Artinya, nafsu seringkali mendorong manusia untuk melakukan perbuatan yang salah dan merugikan diri sendiri dan orang lain.
  3. Nafsu adalah badai yang menerjang hati. Artinya, nafsu yang tidak terkendali bisa membuat manusia terbawa arus dan kehilangan kendali atas diri sendiri.
  4. Nafsu adalah kaca mata yang membutakan pandangan. Artinya, nafsu bisa membuat manusia tidak bisa melihat jernih dan objektif dalam memandang suatu hal.
  5. Nafsu adalah api yang membakar diri sendiri. Artinya, nafsu yang tidak terkendali bisa merusak diri sendiri dan membuat manusia kehilangan kebahagiaan dan kedamaian dalam hidupnya.
Nafsu yang membara di dalam hati
Jika tak terkendali dapat merusak budi
Harus berusaha untuk menahan diri
Agar hidup selalu dalam naungan ilahi.

Semoga bermanfaat.
Pengasuh Bahasa Adab