Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perdebatan Nasab Dalam Kajian Syuhrah dan Istifadhah



Muhammad Lahir Tahun 52 tahun sebelum hijriyah.
Pada abad 9 hijriyah, seorang bernama Sakran menulis sebuah kitab yang menyatakan bahwa kakek moyangnya yang bernama Ubaidillah (wafat abad 4 hijriyah) adalah keturunan dari Muhammad. Sejak Sakran menulis kitab ini, maka dari abad 9 hijriyah sampai abad 14 hijriyah anak keturunan dari Ubadilillah dianggap sebagai keturunan Muhammad secara syuhrah dan istifadhah.
Namun dua tahun belakangan, ditemukan sebuah manuskrip yang ditulis Razi pada abad 6 hijriyah menyebutkan bahwa tidak ada nama ubadilillah sebagai keturunan Muhammad.

Rumusan masalah:

Dari pernyataan-peryataan di atas, apakah Ubaidillah bisa dianggap sebagai keturunan Muhammad dengan kaidah syuhrah dan istifadhah?, jika bisa kenapa?, dan jika tidak bisa kenapa? apa kaidah ilmu nasab yang bisa dijadikan dasar untuk menjawab permasalahan ini?

Pembahasan:

Untuk menentukan apakah Ubaidillah bisa dianggap sebagai keturunan Muhammad  berdasarkan kaidah syuhrah dan istifadhah, mari kita analisis menggunakan prinsip-prinsip ilmu nasab.

1. Syuhrah:

Syuhrah adalah pengakuan keturunan yang didasarkan pada silsilah atau dokumen resmi yang diakui oleh masyarakat atau otoritas yang berwenang.

Kitab yang ditulis oleh Sakran pada abad ke-9 Hijriyah mengklaim bahwa Ubaidillah adalah keturunan Muhammad. Selama berabad-abad (dari abad ke-9 hingga ke-14 Hijriyah), keturunan Ubaidillah diakui sebagai keturunan Muhammad berdasarkan dokumen ini.

2. Istifadhah:

Istifadhah adalah pengakuan keturunan berdasarkan konsensus umum atau tradisi lisan yang diterima luas oleh masyarakat. Dari abad ke-9 hingga ke-14 Hijriyah, masyarakat mengakui keturunan Ubaidillah sebagai keturunan Muhammad, yang menunjukkan adanya istifadhah.

Masalah yang Muncul:

Dua tahun belakangan, ditemukan manuskrip yang ditulis oleh Razi pada abad ke-6 Hijriyah yang menyebutkan bahwa tidak ada nama Ubaidillah sebagai keturunan Muhammad. Manuskrip ini lebih tua dari kitab yang ditulis oleh Sakran, dan jika manuskrip ini dianggap valid, maka klaim Sakran dapat dipertanyakan.

Kaidah Ilmu Nasab yang Dapat Digunakan:

Kedekatan Masa: Dalam ilmu nasab, kedekatan masa menjadi salah satu faktor penting.
Manuskrip Razi yang lebih tua (abad ke-6 Hijriyah) dianggap lebih mendekati masa Ubaidillah dibandingkan kitab Sakran (abad ke-9 Hijriyah).
Hal ini memberikan pemahaman bahwa manuskrip Razi memiliki kredibilitas lebih tinggi dalam hal informasi nasab.

Verifikasi Dokumen: Dalam ilmu nasab, dokumen yang lebih tua dan otentik biasanya dianggap lebih sahih. Jika manuskrip Razi dari abad ke-6 Hijriyah dapat diverifikasi keasliannya dan validitas informasinya, maka ini dapat membatalkan klaim yang dibuat oleh Sakran pada abad ke-9 Hijriyah.

Pengakuan Umum (Istifadhah): Meskipun pengakuan masyarakat penting, jika pengakuan ini didasarkan pada informasi yang kemudian terbukti salah, maka pengakuan tersebut kehilangan validitasnya. Pengakuan masyarakat harus didukung oleh bukti yang sah.

Kesimpulan:

Jika manuskrip Razi dari abad ke-6 Hijriyah dapat dibuktikan sebagai dokumen yang valid dan akurat, maka Ubaidillah tidak dapat dianggap sebagai keturunan Muhammad berdasarkan kaidah syuhrah maupun istifadhah. Dokumen yang lebih tua dan lebih otentik (manuskrip Razi) akan membatalkan klaim yang dibuat oleh Sakran.

Jika manuskrip Razi tidak dapat diverifikasi atau diragukan keasliannya, maka pengakuan keturunan Ubaidillah melalui kaidah syuhrah dan istifadhah masih bisa dipertahankan, namun tetap perlu penyelidikan lebih lanjut untuk memastikan kebenarannya.

Dalam ilmu nasab, bukti yang lebih kuat dan validitas dokumen yang sah adalah dasar utama dalam menentukan garis keturunan.

Wallahu'alam.