Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Irsyadul Adab: Berdzikir Hati Jadi Tenang


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 

الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ ۗ

(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan selalu tenteram. (Ar-Ra‘d [13]:28)


1. الَّذِينَ آمَنُوا

ٱلْإِيمَانُ جَنَاحَانِ يَطِيرُ بِهِمَا ٱلْعَبْدُ إِلَى رِضْوَانِ اللَّهِ

"Iman adalah dua sayap yang membawa hamba terbang menuju keridhaan Allah."

Ism mawsūl (kata sambung) "الَّذِينَ" memberi kesan umum dan mulia – seolah menyaring kelompok manusia istimewa dari semua manusia.

Ayat ini dimulai dengan pujian bagi orang-orang yang beriman. Mereka bukan hanya mengakui secara lisan, tetapi iman telah tertanam dalam hati mereka, menjadi fondasi ketenangan hidup.

2. وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ

اِطْمَأنَّ - يَطْمَئِنُّ : menenteramkan hati , menenangkan , melancarkan , menjamin , mengamankan

اطمأنَّ/ اطمأنَّ إلى/ اطمأنَّ بـ/ اطمأنَّ لـ يطمئنّ، اِطْمَئِنَّ، مصدر اِطْمِئْنانٌ، فهو مُطْمَئِنّ، والمفعول مُطْمَأَنّ إليه

قَلْبٌ مُتَّصِلٌ بِاللَّهِ لَا يَعْرِفُ ٱلْقَلَقَ

"Hati yang terhubung dengan Allah tidak mengenal gelisah."

Fi'il mudhāri‘ "تَطْمَئِنُّ" menunjukkan terus menerus (istimrār) – ketenangan ini berkelanjutan, bukan sesaat.
Penggunaan kata "قُلُوبُهُمْ" (hati mereka) dalam bentuk jamak menunjukkan ketenangan kolektif, bukan hanya individu.

Ketika hati seorang mukmin dipenuhi keimanan dan mengingat Allah, maka ia tidak akan mudah terguncang oleh dunia. Hatinya stabil dan damai.

3. بِذِكْرِ اللَّهِ

ذِكْرُ اللَّهِ بَلْسَمُ ٱلرُّوحِ وَغِذَاءُ ٱلْقَلْبِ

"Zikir kepada Allah adalah balsem jiwa dan gizi bagi hati."

Penggunaan "بِذِكْرِ اللَّهِ" dengan harf jar "بِـ" memberi makna sebab/alat, yaitu ketenangan itu disebabkan oleh zikir.
"اللَّهِ" disebut dua kali dalam ayat ini, menambah kekuatan retorika dan penekanan bahwa hanya Allah yang mampu menenangkan hati.

Zikir bukan hanya ritual lisan, tapi hubungan hati dengan Allah. Inilah kunci ketenangan yang tidak bisa diberikan oleh harta, jabatan, atau pujian manusia.

4. أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

مَنْ ذَكَرَ اللَّهَ طَمَأَنَ، وَمَنْ غَفَلَ ٱضْطَرَبَ

"Siapa yang mengingat Allah, ia tenang; siapa yang lalai, ia gelisah."

طَمْأَن : menentramkan hati , meyakinkan , membebaskan keraguan , ketakutan

"أَلَا" adalah huruf tanbīh (perhatian!) → gaya **iltifāt balāghī (seruan kuat): "Perhatikan ini baik-baik!"
Kalimat ini adalah bentuk qasr (pembatasan), maknanya: Hanya dengan zikir kepada Allah sajalah hati tenang.
Tikrār (pengulangan) frasa "بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ" → menambah **tekanan dan pengaruh emosional.

Ayat ini menegaskan bahwa tidak ada obat bagi gelisahnya hati kecuali zikir kepada Allah. Semua pelarian dunia hanyalah semu. Ketenangan hakiki hanya ada dalam hubungan ruhani dengan Pencipta.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 

اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ طُوْبٰى لَهُمْ وَحُسْنُ مَاٰبٍ


Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.
(Ar-Ra‘d [13]:29)





Ayat ini berbicara tentang ketenangan hati melalui dzikir (mengingat Allah). Jika dikaitkan dengan gelombang otak manusia, maka hubungannya dapat dijelaskan sebagai berikut:


1. Gelombang Gamma (30–100 Hz)

Terkait dengan: konsentrasi tinggi, pembelajaran, kesadaran spiritual puncak
Dzikir dengan penuh kekhusyukan dan pemahaman yang mendalam bisa membawa seseorang pada kesadaran tinggi akan kehadiran Allah, kondisi yang diasosiasikan dengan gelombang gamma.
Gamma juga muncul dalam meditasi mendalam—mirip dengan tafakur saat dzikir.


2. Gelombang Beta (13–30 Hz)

Terkait dengan: aktivitas mental aktif, logika, fokus eksternal
Dzikir ringan atau dzikir sambil beraktivitas sehari-hari dapat tetap menjaga kesadaran spiritual sambil menjalankan tugas duniawi, selaras dengan frekuensi beta.
Gelombang ini berkurang saat seseorang mulai tenang.


3. Gelombang Alfa (8–13 Hz)

Terkait dengan: keadaan rileks, damai, tenang, dan waspada
Alfa muncul saat seseorang merenung, berdzikir dalam suasana hening, atau setelah shalat.
Inilah gelombang yang paling sering dikaitkan dengan ketenangan hati, sebagaimana disebut dalam ayat.


4. Gelombang Teta (4–8 Hz)

Terkait dengan: meditasi dalam, mimpi, intuisi spiritua
Saat dzikir dilakukan dengan sangat mendalam (contohnya dzikir malam, dzikir dalam khalwat), seseorang bisa masuk ke kondisi teta, yang merupakan transisi menuju kesadaran spiritual mendalam.
Banyak ahli tasawuf yang mengalami kondisi ini dalam keadaan khusyuk.

5. Gelombang Delta (0.5–4 Hz)

Terkait dengan: tidur nyenyak, pemulihan tubuh dan jiwa, kesadaran tak aktif
Dalam kondisi dzikir yang sangat dalam dan kontemplatif (seperti zikir para sufi), otak bisa masuk ke frekuensi delta, yang menandakan ketenangan total dan penyembuhan batin.
Ini adalah puncak ketenangan yang mungkin dimaksud dalam "tatma'innul quluub" (hati yang benar-benar tenteram).



Semoga bermanfaat.