Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Khotbah Idul Adha: Esensi Qurban dan Ketundukan Hati menuju Allah Yang Esa


KHOTBAH PERTAMA


اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ.

الْحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهَ، أَمَّا بَعْدُ.
أُوصِيكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
وَلِكُلِّ اُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۗ فَاِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌ فَلَهٗٓ اَسْلِمُوْاۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِيْنَ ۙ


Jemaah Shalat Idul Adha yang dirahmati Allah Swt.

Alhamdulillah, marilah kita panjatkan rasa syukur dan pujian hanya untuk Allah Yang Maha Esa, yang telah memberi kehidupan, nikmat, dan rahmat-Nya yang tiada tara.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, baginda Nabi Muhammad Saw, nabi yang mulia, yang menunjukkan jalan yang benar dalam setiap langkah kita. Tak lupa juga kepada keluarga, para sahabat dan pengikutnya yang setia hingga akhir masa.

Saya berwasiat kepada diri saya sendiri dan jamaah semuanya, marilah kita selalu bertaqwa kepada-Nya, dengan menjaga keimanan dan amal ibadah kita, agar hidup kita penuh berkah dan terhindar dari bencana yang nyata.

Jemaah Shalat Idul Adha yang dirahmati Allah Swt.

Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hajj ayat 34:

وَلِكُلِّ اُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۗ فَاِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌ فَلَهٗٓ اَسْلِمُوْاۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِيْنَ ۙ

Bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban) agar mereka menyebut nama Allah atas binatang ternak yang dianugerahkan-Nya kepada mereka. Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa. Maka, berserahdirilah kepada-Nya. Sampaikanlah (Nabi Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang rendah hati lagi taat (kepada Allah). (Al-Ḥajj [22]:34)

Mari kita telaah ayat yang agung ini kalimat per kalimat, untuk memahami pesan mendalam yang terkandung di dalamnya.

1. وَلِكُلِّ اُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا 

Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan kurban

Kalimat ini menjelaskan bahwa ibadah kurban atau manasik yang berkaitan dengan penyembelihan hewan adalah syariat yang universal, tidak hanya khusus bagi umat Nabi Muhammad Saw. Sejak zaman nabi-nabi terdahulu, praktik pengorbanan hewan sebagai bentuk ibadah dan pendekatan diri kepada Allah Swt telah ada.

Contoh: Sebelum syariat kurban di masa Nabi Ibrahim As dan kemudian Nabi Muhammad Saw, kita bisa melihat contoh kurban yang dilakukan oleh putra Nabi Adam As, Habil dan Qabil. Habil mempersembahkan kurban dari hewan ternaknya yang terbaik, sementara Qabil mempersembahkan hasil tanamannya yang kurang baik. Ini menunjukkan bahwa konsep persembahan atau pengorbanan kepada Tuhan sudah ada sejak awal mula manusia.

Kaidah:

فَضْلُ الْإِسْلَامِ فِي تَتْوِيجِ الشَّرَائِعِ لَا فِي نَسْخِهَا بِالْكُلِّيَّةِ.

"Keutamaan Islam (umat Nabi Muhammad) adalah untuk menyempurnakan syariat-syariat terdahulu, bukan untuk menghapusnya secara total."

Islam sering disebut sebagai agama yang menyempurnakan. Ini berarti syariat sebelumnya, termasuk konsep kurban, tidak dihapus sepenuhnya, melainkan disempurnakan dan ditegaskan kembali dalam bentuk yang paling sesuai untuk umat terakhir. Oleh sebab itu, Kita tidak perlu iri karena kita adalah penerus yang menerima versi paling sempurna dari perintah yang telah ada sejak lama. Ini adalah kehormatan dan bukan sebagai sebuah beban.

2. لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۗ 

agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak

Dari kalimat ini dapat kita pahami bahwa tujuan utama dari penyembelihan kurban adalah untuk mengingat dan mengagungkan nama Allah Swt. Kurban bukan sekadar ritual menyembelih hewan, melainkan manifestasi rasa syukur atas segala rezeki termasuk rezeki hewan kurban yang Allah berikan. Dengan menyebut nama Allah saat menyembelih "Bismillah Allahu Akbar", kita mengakui bahwa semua yang kita miliki berasal dari-Nya, dan kita mengembalikan sebagian dari rezeki itu sebagai bentuk ketaatan dan rasa terima kasih kita kepada Allah Swt.

Ada sebuah nasehat yang mengatakan:

مَنْ أَكَلَ وَلَمْ يَذْكُرِ اللهَ، فَقَدْ أَطْعَمَ نَفْسَهُ، وَلَمْ يُرْضِ رَبَّهُ.

“Barang siapa makan tanpa menyebut Allah, ia hanya memberi makan dirinya, bukan membuat Tuhannya ridha.”

Artinya zikir atau mengingat Allah Swt saat menerima nikmat adalah pemisah antara nafsu dan ibadah.


3. فَاِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌ 

Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa

Kalimat ini merupakan penegasan akan prinsip dasar dalam Islam, yaitu tauhid. Setelah berbicara tentang syariat kurban, ayat ini segera mengarahkan perhatian pada keesaan Allah Swt. Ibadah kurban, dengan segala maknanya, pada hakikatnya adalah sarana untuk memantapkan keyakinan akan keesaan Allah Swt yaitu Hanya ada satu Tuhan yang berhak disembah, dan hanya Dia yang berhak menerima segala bentuk ibadah dan pengorbanan.

4. فَلَهٗٓ اَسْلِمُوْاۗ

Karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya

Setelah menegaskan keesaan Allah Swt, ayat ini menyeru kita untuk sepenuhnya berserah diri kepada-Nya. "Berserah diri" dalam konteks ini berarti tunduk patuh pada segala perintah dan larangan Allah, menerima takdir-Nya, dan menyerahkan segala urusan kepada-Nya dengan tulus ikhlas, karena kata Islam sendiri berarti "penyerahan diri". Kurban adalah salah satu bentuk penyerahan diri yang paling nyata, di mana kita mengorbankan sesuatu yang kita cintai demi menaati perintah Allah.

Contoh: Kisah Nabi Ibrahim AS yang diperintahkan untuk menyembelih putranya, adalah contoh puncak dari penyerahan diri. Meskipun perintah itu sangat berat dan di luar nalar manusia, namun Nabi Ibrahim AS tetap tunduk dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT. Begitu pula dengan Nabi Ismail AS yang juga dengan ikhlas menyerahkan dirinya.

Ada sebuah nasehat yang mengatakan:

لَا تَسْلِيمَ بِلَا إِخْلَاصٍ، وَلَا إِخْلَاصَ بِلَا تَسْلِيمٍ، فَإِنَّمَا هُمَا جَنَاحَانِ لِلطَّائِرِ، مَنْ فَقَدَ أَحَدَهُمَا لَا يُحَلِّقُ فِي سَمَاءِ الْمَعْرِفَةِ.

Tidak ada penyerahan sejati tanpa keikhlasan, dan tidak ada keikhlasan sejati tanpa penyerahan. Keduanya adalah dua sayap burung. Barang siapa kehilangan salah satunya, ia tidak akan terbang di langit ma'rifah (mengenal Tuhannya).
Artinya penyerahan diri dan ikhlāṣ harus hadir bersama. Tanpa salah satunya, perjalanan ruhani kita tidak akan sampai pada puncaknya.

5. وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِيْنَ ۙ

Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa "Al-Mukhbitin" adalah orang-orang yang suka kurban yaitu orang-oranb yang rendah hati, tunduk, patuh, dan tenang hatinya dalam menghadapi perintah dan ketentuan Allah. Mereka adalah orang-orang yang hatinya lembut, menerima kebenaran, dan tidak sombong. Orang-orang mukhbitin inilah yang akan mendapatkan kabar gembira yaitu bisa berupa ketenangan hati, keberkahan hidup, kemudahan dalam urusan, dan balasan surga di akhirat kelak.

Jemaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah Swt.

Bagaimana ciri-ciri Al-Mukbhbitin atau orang yang gemar berqurban, di ayat berikutnya Allah Swt berfirman: 

الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَالصّٰبِرِيْنَ عَلٰى مَآ اَصَابَهُمْ وَالْمُقِيْمِى الصَّلٰوةِۙ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ

(Yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah, hati mereka bergetar, sabar atas apa yang menimpa mereka, melaksanakan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. (Al-Ḥajj [22]:35)

Dari ayat ini ada empat ciri-ciri Al-Mukbhbitin atau orang yang gemar berqurban

1. الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ

(Yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah, hati mereka bergetar

Orang yang suka berqurban biasanya hamba yang hatinya bergetar ketika mendengar nama Allah. Bukan karena takut siksa, tapi karena dalamnya rasa cinta, rindu, dan malu kepada Sang Pencipta.

Orang seperti ini biasanya saat mendengar nama Allah dibacakan, hatinya tersentuh, matanya berkaca-kaca, dan ia ingin segera mempersembahkan yang terbaik bagi Tuhannya, bukan yang termurah.

Orang seperti ini tidak menunda berqurban. Baginya, qurban adalah bahasa cinta, bukan beban syariat.

2. وَالصّٰبِرِينَ عَلَىٰ مَا أَصَابَهُمْ

sabar atas apa yang menimpa mereka

Orang yang suka berqurban biasanya adalah mereka yang tetap tenang dan teguh saat musibah datang. Tidak putus asa. Tidak protes kepada Allah. Mereka yakin, ada hikmah di balik setiap luka.

Orang seperti ini meski sedang dalam kesulitan ekonomi, mereka tetap menyisihkan untuk qurban. Karena mereka yakin: memberi dalam kesempitan lebih mulia dari memberi dalam kelapangan.

Baginua Qurban bukan soal mampu atau tidak. Tapi soal keyakinan dan kesabaran untuk memberi di tengah ujian.

3. وَالْمُقِيمِي الصَّلَاةِ

dan mereka mendirikan salat, 

Orang yang suka berqurban biasanya mereka bukan hanya "menunaikan" shalat, tapi mendirikan salat — artinya menjaga waktu, rukun, kekhusyukan, dan adab batin dalam menghadap Allah.

Orang yang menjaga salat akan menjaga niat. Ia tidak berqurban untuk pamer. Ia paham, ibadah qurban hanya diterima jika dilakukan dari hati yang bersujud, bukan dari hati yang ingin disanjung.

Baginya Qurban bukan soal darah yang mengalir, tapi soal hati yang sujud dan patuh seperti Nabi Ibrahim dan Ismail.

4. وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ

dan mereka menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.

Orang yang berqurban biasanya mereka gemar menginfakkan sebagian rezeki yang Allah berikan — bukan karena berlebih, tapi karena merasa cukup dan bersyukur.

Orang seperti ini biasanya mereka tidak hitung-hitungan dengan Allah. Mereka tahu, harta yang mereka berikan tak akan hilang, tapi tumbuh menjadi amal yang kekal.

Orang mukhbitin tahu bahwa harta terbaik adalah yang diberikan, bukan yang ditimbun.

Jemaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah Swt.

Marilah kita jadikan Idul Adha ini sebagai momentum untuk memperbaharui komitmen kita dalam mengenal Allah, berserah diri sepenuhnya kepada-Nya, dan menjadi golongan "al-mukhbitin" yang selalu tunduk dan patuh kepada-Nya.

Semoga ibadah kurban kita diterima oleh Allah SWT, dan semoga kita semua senantiasa diberikan kekuatan untuk istiqamah di jalan-Nya.

بَارَكَ اللَّهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللَّهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ.


KHOTBAH KEDUA


اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ.

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهَ، أَمَّا بَعْدُ.

قَالَ اللّهُ تَعَالَى: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهٖ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْكَائِنِينَ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. 
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِاِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْاِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا رَبَّنَآ اِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. 
رَبِّ اجْعَلْنِيْ مُقِيْمَ الصَّلٰوةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْۖ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاۤءِ، رَبَّنَا اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ يَوْمَ يَقُوْمُ الْحِسَابُ.
رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ اللَّهِ، اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.



Penyusun:
Dr. Ir. Adib Shururi, M.Pd.