Mengikuti Shalat Nabi, dan Imam Dijadikan untuk Diikuti
Hadis Shalat Sebagaimana Nabi Shalat
٦٨١٩ - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ: حَدَّثَنَا أَيُّوبُ، عَنْ أَبِي قِلَابَةَ: حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ الْحُوَيْرِثِ قَالَ: أَتَيْنَا النَّبِيَّ ﷺ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ، فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ لَيْلَةً، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ رَفِيقًا، فَلَمَّا ظَنَّ أَنَّا قَدِ اشْتَهَيْنَا أَهْلَنَا، أَوْ قَدِ اشْتَقْنَا، سَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا بَعْدَنَا فَأَخْبَرْنَاهُ، قَالَ: (ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ، فَأَقِيمُوا فِيهِمْ، وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ). وَذَكَرَ أَشْيَاءَ أَحْفَظُهَا أَوْ لَا أَحْفَظُهَا: (وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي، فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ، وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ)
ص286 - كتاب صحيح البخاري ن عطاءات العلم - حديث ارجعوا إلى أهليكم فأقيموا فيهم - المكتبة الشاملة
Sumber :https://shamela.ws/book/1376/10765#p3
Malik bin al-Huwayrith berkata: “Kami datang kepada Nabi ﷺ, kami adalah para pemuda yang sebaya. Kami tinggal di sisi beliau selama dua puluh malam. Rasulullah ﷺ adalah sosok yang lembut dan penuh kasih. Ketika beliau merasa bahwa kami telah merindukan keluarga kami, atau kami telah ingin pulang, beliau bertanya kepada kami tentang siapa yang kami tinggalkan di belakang kami, lalu kami menjawabnya. Beliau bersabda: ‘Kembalilah kalian kepada keluarga kalian, tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka, dan perintahlah mereka.’ Beliau menyebutkan beberapa hal lainnya — ada yang aku hafal, dan ada yang tidak. Kemudian beliau bersabda: ‘Dan shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat. Apabila waktu shalat telah tiba, hendaklah salah seorang di antara kalian mengumandangkan azan, dan hendaklah yang paling tua di antara kalian menjadi imam.’” (HR. Bukhari)
Hadis “Imam dijadikan untuk diikuti”
[٦٩٦] حدثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، قَالَ: أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ رَكِبَ فَرَسًا فَصُرِعَ عَنْهُ، فَجُحِشَ شِقُّهُ الْأَيْمَنُ فَصَلَّى صَلَاةً مِنَ الصَّلَوَاتِ وَهُوَ قَاعِدٌ، فَصَلَّيْنَا وَرَاءَهُ قُعُودًا، فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ: "إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ، فَإِذَا صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا، فَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا، وَإِذَا رَفَعَ فَارْفَعُوا، وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، فَقُولُوا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ، وَإِذَا صَلَّى قَائِمًا، فَصَلُّوا قِيَامًا، وَإِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا أَجْمَعُونَ ".
ص627 - كتاب صحيح البخاري ط التأصيل - باب إنما جعل الإمام ليؤتم به - المكتبة الشاملة
Sumber: https://shamela.ws/book/1284/596#p2
"Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf. Ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Malik, dari Ibn Syihab, dari Anas bin Malik: bahwa Rasulullah ﷺ menunggang seekor kuda, lalu beliau terjatuh darinya, maka luka lecetlah sisi kanan beliau. Lalu beliau shalat salah satu shalat dalam keadaan duduk, maka kami pun shalat di belakang beliau dalam keadaan duduk. Ketika beliau selesai, beliau bersabda: “Sesungguhnya imam itu dijadikan agar diikuti. Maka apabila ia shalat berdiri, maka shalatlah kalian berdiri. Apabila ia rukuk, maka rukuklah kalian. Apabila ia bangun dari rukuk, maka bangunlah kalian. Apabila ia berkata: ‘Sami‘allāhu liman ḥamidah,’ maka katakanlah: ‘Rabbana wa lakal-ḥamd.’ Apabila ia shalat berdiri, maka shalatlah kalian berdiri. Dan apabila ia shalat duduk, maka shalatlah kalian duduk semuanya.” (HR. Bukhari)
Hadis Ancaman Mendahului Imam
٤٩٢ - حَدَّثَنَا أَبُو مُصْعَبٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا مَالِكٌ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ عَلْقَمَةَ، عَنْ مَلِيحِ بْنِ عَبْدِ اللهِ السَّعْدِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: الَّذِي يَرْفَعُ رَأْسَهُ وَيَخْفِضُ قَبْلَ الإِمَامِ، فَإِنَّمَا نَاصِيَتُهُ بِيَدِ الشَيْطَانٍ.
ص190 - كتاب موطأ مالك رواية أبي مصعب الزهري - باب ما يفعل من يرفع رأسه قبل الإمام - المكتبة الشاملة
Sumber:https://shamela.ws/book/8140/484#p2
"Telah menceritakan kepada kami Abu Mush‘ab. Ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Malik, dari Muhammad bin ‘Amr bin ‘Alqamah, dari Maliih bin ‘Abdillah as-Sa‘di, dari Abu Hurairah. Ia berkata: ‘Orang yang mengangkat kepalanya dan menundukkannya (sujud/rukuk) sebelum imam, maka sesungguhnya ubun-ubunnya berada dalam genggaman setan.’” (HR. Malik)
٦٩١ - حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: «أَمَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ، أَوْ: لَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ، إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ قَبْلَ الْإِمَامِ، أَنْ يَجْعَلَ اللهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ، أَوْ يَجْعَلَ اللهُ صُورَتَهُ صُورَةَ حِمَارٍ.»
ص140 - كتاب صحيح البخاري ط السلطانية - باب إثم من رفع رأسه قبل الإمام - المكتبة الشاملة
Sumber:https://shamela.ws/book/1681/1135#p1
“Telah menceritakan kepada kami Hajjāj bin Minhāl. Ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Syu‘bah, dari Muhammad bin Ziyād: Aku mendengar Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: ‘Apakah salah seorang di antara kalian tidak takut —atau apakah salah seorang di antara kalian tidak merasa takut— ketika ia mengangkat kepalanya sebelum imam, bahwa Allah menjadikan kepalanya seperti kepala keledai, atau Allah menjadikan rupanya seperti rupa keledai?’” (HR. Bukhari)
Hadis Mulai Sujud Ketika Nabi Sudah Dalam Posisi Sujud
٨١١ - حَدَّثَنَا آدَمُ: حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ يَزِيدَ الْخَطْمِيِّ: حَدَّثَنَا الْبَرَاءُ بْنُ عَازِبٍ، وَهُوَ غَيْرُ كَذُوبٍ، قَالَ: «كُنَّا نُصَلِّي خَلْفَ النَّبِيِّ ﷺ فَإِذَا قَالَ: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ. لَمْ يَحْنِ أَحَدٌ مِنَّا ظَهْرَهُ، حَتَّى يَضَعَ النَّبِيُّ ﷺ جَبْهَتَهُ عَلَى الْأَرْضِ».
ص162 - كتاب صحيح البخاري ط السلطانية - باب السجود على سبعة أعظم - المكتبة الشاملة
Sumber: https://shamela.ws/book/1681/1332#p1
“Telah menceritakan kepada kami Adam. Ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Abdullah bin Yazid al-Khatmi. Telah menceritakan kepada kami al-Barā’ bin ‘Āzib —dan ia bukan seorang pendusta— ia berkata: ‘Kami dahulu shalat di belakang Nabi ﷺ. Maka ketika beliau berkata: “Sami‘allāhu liman ḥamidah,” tidak ada seorang pun dari kami yang membungkukkan punggungnya (untuk sujud) sampai Nabi ﷺ meletakkan dahinya di atas tanah.’” (HR. Bukhari)
١٩٨ - (٤٧٤) وَحَدَّثَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ خَلَّادٍ الْبَاهِلِيُّ ، حَدَّثَنَا يَحْيَى - يَعْنِي ابْنَ سَعِيدٍ -، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ ، حَدَّثَنِي أَبُو إِسْحَاقَ : حَدَّثَنِي عَبْدُ اللهِ بْنُ يَزِيدَ : حَدَّثَنِي الْبَرَاءُ - وَهُوَ غَيْرُ كَذُوبٍ - قَالَ: « كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ إِذَا قَالَ: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ لَمْ يَحْنِ أَحَدٌ مِنَّا ظَهْرَهُ حَتَّى يَقَعَ رَسُولُ اللهِ ﷺ سَاجِدًا، ثُمَّ نَقَعُ سُجُودًا بَعْدَهُ ».
ص46 - كتاب صحيح مسلم ط التركية - باب متابعة الإمام والعمل بعده - المكتبة الشاملة
Sumber: https://shamela.ws/book/711/1266#p1
“Dan telah menceritakan kepadaku Abu Bakr bin Khallād al-Bāhilī. Telah menceritakan kepada kami Yahyā —yakni Ibnu Sa‘īd—. Telah menceritakan kepada kami Sufyān. Telah menceritakan kepadaku Abu Ishāq. Telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Yazīd. Telah menceritakan kepadaku al-Barā’ —dan ia bukan pendusta—. Ia berkata: ‘Rasulullah ﷺ, apabila beliau berkata: “Sami‘allāhu liman ḥamidah,” tidak ada seorang pun dari kami yang membungkukkan punggungnya (untuk sujud) sampai Rasulullah ﷺ turun dan telah bersujud. Kemudian kami pun bersujud setelah beliau.’” (HR. Muslim)
٦٢٢ - حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ نَافِعٍ، حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ يَعْنِي الْفَزَارِيَّ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ مُحَارِبِ بْنِ دِثَارٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ يَزِيدَ، يَقُولُ عَلَى الْمِنْبَرِ: حَدَّثَنِي الْبَرَاءُ، " أَنَّهُمْ كَانُوا يُصَلُّونَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا رَكَعَ رَكَعُوا، وَإِذَا قَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، لَمْ نَزَلْ قِيَامًا، حَتَّى يَرَوْهُ قَدْ وَضَعَ جَبْهَتَهُ بِالْأَرْضِ، ثُمَّ يَتَّبِعُونَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "
ص168 - كتاب سنن أبي داود ت محيي الدين عبد الحميد - باب ما يؤمر به المأموم من اتباع الإمام - المكتبة الشاملة
Sumber:https://shamela.ws/book/1726/842#p1
“Telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi‘ bin Nāfi‘. Telah menceritakan kepada kami Abu Ishāq —yakni al-Fazārī— dari Abu Ishāq, dari Muhārib bin Ditsār. Ia berkata: Aku mendengar Abdullah bin Yazīd berkata di atas mimbar: Telah menceritakan kepadaku al-Barā’: bahwa mereka dahulu shalat bersama Rasulullah ﷺ. Maka apabila beliau rukuk, mereka pun rukuk. Dan apabila beliau berkata: ‘Sami‘allāhu liman ḥamidah,’ kami tetap berdiri sampai mereka melihat beliau telah meletakkan dahinya di bumi, kemudian mereka mengikuti beliau ﷺ.” (HR. Sunan Abi Dawud)
Kajian Fiqih
Baik, mari kita merangkai kesimpulan hukum dengan alur yang biasanya ditempuh dalam penetapan fiqih: mulai dari
(1) pengumpulan nash
(2) pemahaman makna
(3) penggabungan dalil
(4) kaidah ushul
(5) istinbath hukum
Dan hasil akhirnya akan menjawab: kapan makmum boleh sujud, serta kapan menjadi wajib, sunnah, makruh, haram, atau mubah.
1. Pengumpulan Nash (dalil-dalil langsung)
A. Hadis Perintah Mengikuti Imam
جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ
"Imam itu dijadikan untuk diikuti"
Perintah tambahan dalam hadis sama:
فَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا، وَإِذَا رَفَعَ فَارْفَعُوا…
“Maka apabila ia rukuk, rukuklah kalian; dan apabila ia bangun dari rukuk, bangunlah kalian.”
Ini menunjukkan tindakan makmum harus mengikuti gerakan imam, bukan mendahului.
B. Hadis Ancaman Mendahului Imam
الَّذِي يَرْفَعُ رَأْسَهُ وَيَخْفِضُ قَبْلَ الإِمَامِ، فَإِنَّمَا نَاصِيَتُهُ بِيَدِ الشَيْطَانٍ.
"Orang yang mengangkat kepalanya dan menundukkannya (sujud/rukuk) sebelum imam, maka sesungguhnya ubun-ubunnya berada dalam genggaman setan."
إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ قَبْلَ الْإِمَامِ، أَنْ يَجْعَلَ اللهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ، أَوْ يَجْعَلَ اللهُ صُورَتَهُ صُورَةَ حِمَارٍ
"Ketika ia mengangkat kepalanya sebelum imam, bahwa Allah menjadikan kepalanya seperti kepala keledai, atau Allah menjadikan rupanya seperti rupa keledai"
Ini ancaman berat, menunjukkan haramnya mendahului imam secara signifikan.
C. Hadis Batas Mulai Sujud: setelah Nabi sujud
Hadis Al-Barā’ (dalam Bukhari-Muslim dan Abu Dawud):
“Kami tidak menundukkan punggung kami (tidak mulai sujud) sampai kami melihat Nabi telah meletakkan dahinya di tanah/dalam keadaan sujud”
Redaksi:
حَتَّى يَضَعَ النَّبِيُّ جَبْهَتَهُ عَلَى الْأَرْضِ
حَتَّى يَقَعَ النَّبِيُّ سَاجِدًا
Dua lafaz namun memiliki satu makna: makmum baru bergerak ketika sujud Nabi sudah terjadi, bukan saat Nabi baru memulai turun.
2. Keselarasan Makna dan Penggabungan Dalil
Semua dalil jika digabungkan menunjukkan pola:
1. Makmum tidak boleh mendahului imam.
2. Makmum mengikuti setelah imam benar-benar masuk posisi berikutnya.
3. Kaidah Syara’: “Mengikuti, Tidak Mendahului, Tidak Melambat Berlebihan”
Dalam fiqih ada tiga:
1. الْمُسَابَقَةُ (mendahului) → haram
2. الْمُوَافَقَةُ (gerak bersama) → makruh
3. الْمُتَابَعَةُ (mengikuti setelah imam masuk posisi) → sunnah/wajib
4. الْمُتَخَلِّفُ (terlambat tanpa uzur) → makruh atau haram bila sampai tertinggal satu rukun
4. Penetapan Hukum untuk Kasus “Apabila Dahi Imam Sudah Menyentuh Tanah”
A. HARAM: Jika makmum sujud sebelum dahi imam menyentuh tanah
Kaidah Ushul Fiqih yang Dipakai
"النَّهْيُ مَعَ التَّهْدِيدُ يَدُلُّ عَلَى التَّحْرِيمِ"
“Larangan disertai ancaman menunjukkan kepada keharaman”
Isyarat Hadis:
Hadis ancaman sangat keras:
“Allah menjadikan kepalanya kepala keledai.”
“Ubun-ubunnya dalam genggaman setan.”
Ini adalah sighat tahdīd (lafal ancaman).
Dalam ushul fiqih, ancaman keras = menunjukkan haram.
Aplikasinya:
Makmum sujud sebelum dahi imam menyentuh tanah → haram.
B. MAKRUH: Jika makmum mulai turun sujud “bersamaan” dengan imam
Kaidah Ushul Fiqih
النَّهْيُ بِلا تَهْدِيدٍ يَدُلُّ عَلَى الْكَرَاهَةِ
“Larangan tanpa ancaman menunjukkan kemakruhan (kebencian).”
Isyarat Hadis:
Hadis menunjukkan larangan gerak bersamaan dengan imam—bukan mendahului:
Nabi tidak memakai ancaman.
Tidak menyebut dosa.
Hanya menunjukkan ketidaksesuaian adab shalat.
Aplikasinya:
Makmum sujud bersamaan dengan imam → makruh, karena muwaafaqah.
C. MUBAH: Jika makmum mulai bergerak sujud setelah imam masuk gerakan sujud dengan jelas, tetapi dahi imam belum sepenuhnya menempel di tanah, namun sudah sangat dekat.
Kaidah Ushul Fiqih
الأَصْلُ فِي الأَشْيَاءِ الإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيلُ عَلَى التَّحْرِيمِ
“Hukum asal segala sesuatu adalah boleh sampai ada dalil yang menunjukkan
Isyarat Hadis:
Hadis hanya melarang mendahului dan bersamaan, namun tidak melarang:
bergerak setelah imam memulai sujud,
meskipun dahi imam belum menyentuh tanah tapi sudah sangat dekat.
Tidak ada larangan eksplisit → kembali ke hukum asal → mubah.
Aplikasinya:
Makmum mulai turun sujud setelah imam mulai turun, fase akhir gerakan → mubah.
D. SUNNAH MUAKKAD: Jika makmum mulai sujud tepat setelah melihat imam telah sujud (dahi di tanah)
Kaidah Ushul Fiqih
الأَمْرُ بِلا تَهْدِيدٍ يَدُلُّ عَلَى الاسْتِحْبَابَ
“Perintah tanpa ancaman menunjukkan pada anjuran (sunnah)”
Isyarat Hadis:
Nabi bersabda:
“Jika imam sujud, sujudlah.”
Riwayat al-Barā’: “Kami tidak sujud sampai beliau sujud.”
Namun sahabat melakukan setelah melihat Nabi sujud.
Dan Nabi tidak memberi ancaman jika makmum terlambat sedikit.
Aplikasinya:
Makmum sujud setelah melihat imam benar-benar sujud (dahi di tanah) → sunnah muakkad.
E. MAKRUH: Jika makmum menunda sujud hingga imam sudah lama sujud
Sebab hukum:
Termasuk “al-mutakhallif” (terlambat)
Dilarang karena menghilangkan makna mengikuti
Tapi tidak sampai haram jika tidak tertinggal satu rukun
