Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Viral! Pimpinan Jemaah di Gunungkidul Ngaku Telepon Tuhan Sebelum Gelar Salat Idul Fitri

Viral! Pimpinan Jemaah di Gunungkidul Ngaku Telepon Tuhan Sebelum Gelar Salat Idul Fitri

Gunungkidul, Yogyakarta - Pimpinan Jemaah Aolia di Gunungkidul, Yogyakarta, KH Ibnu Hajar Sholeh Pranolo atau Mbah Benu, menjadi viral karena pernyataannya yang mengaku telah menelepon Tuhan sebelum menggelar salat Idul Fitri 1445 Hijriah pada tanggal 5 April 2024. Pernyataan ini menuai kontroversi di tengah masyarakat, terutama karena berbeda dengan penetapan resmi pemerintah yang kemungkinan jatuh pada tanggal 10 April 2024.

Mbah Benu mengatakan bahwa dirinya mendapat petunjuk langsung dari Allah SWT melalui telepon untuk melaksanakan salat Idul Fitri lebih awal. Ia mengaku telah melakukan ritual khusus sebelum berkomunikasi dengan Tuhan. Pernyataan ini sontak menjadi perbincangan hangat di media sosial dan menuai berbagai komentar dari netizen.

Beberapa pihak mengkritik pernyataan Mbah Benu dan menganggapnya sebagai penyesatan. Di sisi lain, ada pula yang mendukungnya dan percaya dengan apa yang dia katakan.

Bagaimana memahami dan menyikapi seseorang yang mengaku bisa berkomunikasi dengan tuhan untuk menetapkan sebuah hukum?

Aspek Psikologis:

Dari sudut pandang psikologis, terdapat beberapa kemungkinan alasan seseorang mengaku memiliki kemampuan berkomunikasi dengan tuhan atau Mendapat Bisikan dari Tuhan antara lain:

1. Delusi Agama
Seseorang mungkin mengalami delusi agama, yaitu keyakinan yang salah dan tidak sesuai dengan kenyataan. Delusi ini dapat membuat mereka merasa yakin bahwa mereka dapat berkomunikasi dengan Tuhan atau menerima wahyu.

2. Halusinasi
Halusinasi adalah pengalaman sensorik yang terjadi tanpa adanya rangsangan eksternal. Seseorang yang mengalami halusinasi mungkin mendengar suara atau melihat penampakan yang mereka yakini sebagai Tuhan.

3. Keinginan untuk Merasa Spesial
Beberapa orang mungkin mengaku memiliki pengalaman spiritual untuk merasa lebih istimewa atau penting daripada orang lain.

5. Gangguan Mental Tertentu:
Beberapa gangguan mental, seperti skizofrenia, dapat menyebabkan seseorang mengalami delusi atau halusinasi yang terkait dengan agama.

Aspek Agama Islam

Mimpi tidak bisa dijadikan sumber hukum, Sumber hukum Islam utama yang disepakati oleh mayoritas ulama:

1. Al-Quran:
Al-Quran adalah sumber hukum Islam yang utama dan pertama. Al-Quran berisi firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Al-Quran memuat aturan-aturan dan pedoman hidup bagi umat Islam dalam berbagai aspek kehidupan.

2. Hadis
Hadis adalah perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad SAW. Hadis menjadi sumber hukum Islam kedua setelah Al-Quran. Hadis menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat Al-Quran, serta memuat aturan-aturan dan pedoman hidup yang tidak terdapat dalam Al-Quran.

3. Ijma'
Ijma' adalah kesepakatan para ulama Islam pada suatu masa tentang suatu hukum. Ijma' menjadi sumber hukum Islam ketiga setelah Al-Quran dan Hadis. Ijma' menjadi sumber hukum Islam ketika tidak terdapat aturan yang jelas dalam Al-Quran dan Hadis.

4. Qiyas:
Qiyas adalah analogi atau penyamaan suatu perkara dengan perkara lain yang telah ada hukumnya. Qiyas menjadi sumber hukum Islam keempat setelah Al-Quran, Hadis, dan Ijma'. Qiyas digunakan ketika tidak terdapat aturan yang jelas dalam Al-Quran, Hadis, dan Ijma'.

Sumber hukum Islam lainnya:
Selain empat sumber hukum utama di atas, terdapat beberapa sumber hukum Islam lainnya yang diakui oleh ulama, namun penggunaannya lebih terbatas, seperti:
1. Maslahah Mursalah: Maslahah mursalah adalah pemilihan hukum berdasarkan kemaslahatan umum yang tidak dijelaskan secara eksplisit dalam Al-Quran dan Hadis.
2. Urf: Urf adalah pemilihan hukum berdasarkan adat kebiasaan yang berlaku di suatu masyarakat yang tidak dijelaskan secara eksplisit dalam Al-Quran dan Hadis.
3. Istihsan: Istihsan adalah pemilihan hukum berdasarkan pertimbangan rasional dan maslahah yang tidak dijelaskan secara eksplisit dalam Al-Quran dan Hadis.

Mimpi Tidak Bisa Dijadikan Sumber Hukum
Beberapa dalil yang menunjukkan bahwa mimpi tidak bisa dijadikan sumber hukum:

1. Al-Quran:

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 

وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ اَهْوَاۤءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُ وَمَنْ فِيْهِنَّۗ بَلْ اَتَيْنٰهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُّعْرِضُوْنَ ۗ


Seandainya kebenaran itu menuruti keinginan (hawa nafsu/bisikan) mereka, niscaya binasalah langit dan bumi serta semua yang ada di dalamnya. Bahkan, Kami telah mendatangkan (Al-Qur’an sebagai) peringatan mereka, tetapi mereka berpaling dari peringatan itu. (Al-Mu'minūn [23]:71)

Dari Ayat ini jelas bahwa kebenaran tidak dapat didasarkan pada keinginan atau fantasiasi manusia semata. Mimpi, sebagai pengalaman subjektif yang terjadi dalam alam bawah sadar individu, cenderung dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis dan lingkungan, bukan oleh kebenaran objektif. Oleh karena itu, mimpi tidak dapat dijadikan sumber hukum yang dapat diandalkan, karena tidak dapat diuji kebenarannya secara objektif dan dapat dipengaruhi oleh banyak variabel yang tidak dapat dipastikan kebenarannya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 

وَلِتَصْغٰٓى اِلَيْهِ اَفْـِٕدَةُ الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِالْاٰخِرَةِ وَلِيَرْضَوْهُ وَلِيَقْتَرِفُوْا مَا هُمْ مُّقْتَرِفُوْنَ


(Setan-setan itu saling membisikkan perkataan yang indah juga) agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman pada akhirat tertarik pada bisikan itu serta menyenanginya, dan agar mereka melakukan apa yang biasa mereka (setan-setan itu) lakukan. (Al-An‘ām [6]:113)

Ayat ini menyatakan dengan jelas bahwa setan-setan membisikkan perkataan-perkataan yang indah untuk mempengaruhi hati orang-orang yang tidak beriman pada akhirat. Ini menunjukkan bahwa mimpi bisa dipengaruhi oleh pengaruh setan dan tidak bisa dijadikan sumber hukum yang sahih.

2. Hadis:

Hadits Imam Ahmad Kitab ke-6, Bab Musnad Abu Hurairah Radliyallahu 'anhu , hadits no 8766 : 

حَدَّثَنَا هَوْذَةُ بْنُ خَلِيفَةَ حَدَّثَنَا عَوْفٌ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الرُّؤْيَا ثَلَاثَةٌ فَبُشْرَى مِنْ اللَّهِ وَحَدِيثُ النَّفْسِ وَتَخْوِيفٌ مِنْ الشَّيْطَانِ فَإِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ رُؤْيَا تُعْجِبُهُ فَلْيَقُصَّهَا إِنْ شَاءَ وَإِذَا رَأَى شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلَا يَقُصَّهُ عَلَى أَحَدٍ وَلْيَقُمْ فَلْيُصَلِّ


Telah menceritakan kepada kami [Haudzah bin Khalifah] berkata; telah menceritakan kepada kami ['Auf] dari [Muhammad] dari [Abu Hurairah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Mimpi itu ada tiga; berita baik dari Allah, panggilan jiwa dan ketakutan yang dihadirkan oleh setan. Maka jika salah seorang dari kalian bermimpi dengan sesuatu yang indah, jika dia mau hendaklah ia ceritkan, dan jika melihat sesuatu yang dibenci maka janganlah ia ceritakan, tetapi hendaklah ia bangun dan shalat."

Kesimpulannya, mimpi tidak bisa dijadikan sumber hukum berdasarkan hadis tersebut karena mimpi memiliki kategori yang bisa ditafsirkan berbeda-beda:

1. Berita baik dari Allah: Mimpi ini memang bisa jadi petunjuk, namun hadis tidak memberikan cara untuk membedakan mimpi yang benar-benar petunjuk dari Allah atau tidak.
2. Pikiran/Emosi dari panggilan jiwa: Mimpi bisa berupa pikiran atau emosi dari dalam diri seseorang. Ini berarti mimpi tersebut mencerminkan pengalaman atau keinginan personal, bukan petunjuk ilahi. Sehingga mimpi tidak bisa dijadikan landasan hukum yang berlaku umum.
3. Ketakutan dari setan: Mimpi bisa juga berasal dari bisikan setan yang bertujuan menakuti atau menyesatkan. Mimpi seperti ini tentu tidak bisa dijadikan dasar hukum yang benar.  Hadis ini justru menganjurkan untuk shalat setelah mimpi buruk, yang mengindikasikan mimpi tersebut bukan hal yang perlu ditindaklanjuti apalagi dijadikan sumber hukum.

Hadis yang semisal juga diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, Imam Ad-Darimi, Imam Ibnu Majah.

3. Konsensus Ulama:
Mayoritas ulama Islam sepakat bahwa mimpi tidak bisa dijadikan sumber hukum. Hal ini karena mimpi tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan tidak bisa dijadikan dasar untuk menetapkan suatu hukum.

4. Kaidah Ushul Fiqih
Kaidah ushul fiqih yang menyatakan bahwa semua ibadah harus ada dalilnya dan mimpi tidak bisa dijadikan dalil adalah:

الأصل في العبادات التوقيف


"Hukum asal dalam ibadah adalah berhenti (hingga ada dalil yang mensyariatkannya)."

Kaidah ini berarti bahwa setiap ibadah harus memiliki dasar hukum yang jelas dari Al-Quran, hadis, ijma' maupun qiyas para ulama. Mimpi tidak termasuk dalam sumber hukum Islam yang valid, sehingga tidak bisa dijadikan dalil untuk menetapkan suatu ibadah.

Beberapa alasan mengapa mimpi tidak bisa dijadikan dalil:
1. Mimpi bersifat subjektif dan individual, sehingga tidak dapat diverifikasi secara objektif.
2. Mimpi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kondisi psikologis, makanan, dan aktivitas sehari-hari.
3. Mimpi tidak selalu benar, dan bisa saja merupakan ilusi atau tipuan setan.

Kesimpulan:
Berdasarkan dalil-dalil di atas, dapat disimpulkan bahwa mimpi tidak bisa dijadikan sumber hukum. Mimpi bisa menjadi sumber inspirasi atau petunjuk, namun tidak bisa dijadikan dasar untuk menetapkan suatu hukum.

Kesimpulannya apabila kita tidak memiliki ilmu atau kompetensi yang cukup dalam permasalahan ini, maka marilah kita mentaati Allah, Rasul dan pemerintah (kementerian agama) dalam penetapan awal bulan ramadan dan syawwal, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا ࣖ


Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ululamri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat). (An-Nisā' [4]:59)

Semoga bermanfaat,

Pengasuh,
MAHAD BAHASA ADAB














Post a Comment for "Viral! Pimpinan Jemaah di Gunungkidul Ngaku Telepon Tuhan Sebelum Gelar Salat Idul Fitri"